OURS
**Elevator
buttons and morning air
Stranger's
silence makes me wanna take the stairs
Pagi
yang cerah. Burung-burung bernyanyi indah. Mentari tersenyum gembira. Shilla
memulai langkahnya untuk hari ini. Seperti rutinitas biasanya. Sekolah. Dia
telah memakai pakaian putih abu-abunya. Pintu apartemen orang tuanya berderit.
Dia membuka pintunya. Hendak keluar menyongsong hari baru ini. Baru saja hendak
keluar. Shilla dipanggil oleh sebuah suara.
“Shilla.”
Shilla
segera menoleh ke arah sumber suara tersebut. Mamanya dan Shanin berdiri di
belakangnya.
“Ya Ma,”
jawabnya.
“Kamu
perginya bareng Shanin dan Mama nggak boleh pergi sendiri lagi.”
“Tapi
Ma---”
“Nggak
pake tapi-tapian, kamu harus pergi sekolah bersama kita.”
Shilla
mendengus kesal. Semenjak orang tuanya tahu. Dia sering di antar jemput
"anak SMP" ke sekolahnya. Kemudian tahu kalau "anak SMP"
itu adalah pacarnya. Orang tuanya makin protektif padanya. Shilla dimarahi
habis-habisan waktu itu. Sampai sekarang pun gara-gara itu hubungannya dengan keluarganya
jadi tidak enak. Orang tuanya menyuruhnya mengakhiri hubungannya dengan
"anak SMP" itu. Tapi Shilla menolaknya. Menyebabkan setiap gerakannya
semakin dikekang. Seperti pagi ini.
Shanin
yang sudah mengenakan seragam putih birunya. Mamanya yang sudah siap dengan
pakaian kantornya. Berjalan mendekati Shilla di depan pintu. Kemudian mereka
bertiga keluar dari apartemen. Langkah sejajar mereka menggema sepanjang
koridor. Mereka terus melangkah sampai di depan lift. Ketika lift itu terbuka
mereka masuk ke dalam. Kemudian hening.
Shilla
tak tahan dengan keadaan seperti ini. Shilla merasa orang asing di tengah
keluarganya. Seharusnya Shilla merasakan kehangatan. Tidak pernah mudakah
mereka? Yang tidak merasakan 'cinta tak memandang usia' seperti yang Shilla
hadapi sekarang ini?
Shilla
segera mengambil ponselnya dari dalam saku kemudian mengetikan SMS.
Maaf Kka
:( aku ga bisa bareng lo hari ini :') kamu tau kan posisiku sekarang. But, I
still love you.
Sent.
Pesan itu terkirim. Shilla menunggu balasan. Tak beberapa menit kemudian. Hpnya
bergetar.
Gpp Shil
:) aku ngerti. I always love you
Shilla
tersenyum pahit membaca SMS tersebut.
“Kamu
nggak tahu apa itu cinta. Kamu dan dia masih kecil. Belum saatnya.”
Itu kata
Mamanya. Membuat Shilla ingin lari dari situ. Lebih baik dia lewat tangga!
~~~
**If you
were here, we'd laugh about their vacan stares
But
right now, my time is theirs
Cakka
menatap hpnya dengan tersenyum pahit. Sudah sedari tadi dia menunggu di
parkiran apartemen Shilla. Dengan seragam putih birunya. Dia segera mengetik
SMS balasan untuk Shilla. Dia tahu posisi Shilla sekarang ini. Sulit.
Awalnya,
ketika dengan beraninya dia menembak Shilla. Dia tak pernah membayangkan.
Karena 'perbedaannya' akan banyak yang merintangi kisah cinta mereka. Salahkah
jika seorang lelaki putih biru menjalin hubungan dengan seorang gadis putih
abu-abu? Cakka sering bertanya dalam hatinya.
Dia
segera naik kembali di atas CBRnya. Memasukan hpnya ke dalam sakunya. Dia
menatap apartemen Shilla. Menyaksikan gadis yang dicintainya keluar dari
apartemen. Langsung menuju Ford yang terparkir beberapa meter di depannya. Dia
hanya bisa menyaksikan kepergian pujaan hatinya itu.
Cakka
segera menstarter CBRnya itu sebelum meninggalkan apartemen Shilla.
Tidak
apa-apa begini. Walaupun Shilla sekarang jarang punya waktu untunya. Tapi dia
akan tetap mencintai Shilla. Karena Shilla tetap bagian dari hidupnya.
~~~
**Seems
like there's always someone who disapproves
They'll
judge it like they know about me and you
“Tumben
kamu nggak datang bareng anak SMP itu?” Tanya Angel teman sebangku Shilla
melihat Shilla yang baru turun dari mobil mamanya.
“Anak
SMP itu punya nama... Namanya Cakka!” Kata Shilla menegaskan.
“Ya
pokoknya dialah. Kenapa Shil? Udah putus?” Tanya Angel.
“Aku nggak
putus sama Cakka, kita akan terus bersama.” Kata Shilla.
Angel
tertawa, “duh Shil, kayak di SMA ini nggak ada cowok yang lain. Masih banyak
cowok ganteng kan di SMA ini? Nggak harus kamu pacaran dengan cowok yang masih
pake putih biru begitu. Putih abu-abu lebih menarik.”
“Apapun!
Aku tetap memilih Cakka. Kamu nggak tahu antara aku dan Cakka jadi jangan
menilai sembarangan Angel.” Kata Shilla.
“Tapi
semua orang berpikiran seperti itu. Kalau kalian jalan di mall atau dimana pun
dengan seragam. Apa kamu nggak malu bermesraan? Mereka akan pikir kamu dan dia
kakak beradik.”
“Aku
nggak pernah memikirkan apa yang orang lain nilai tentang kami.”
“Kamu
harus memikirkannya Shilla. Karena kamu hidup di dunia ini tidak hanya
sendiri!”
Kenapa
sih? Orang selalu hanya menilai dari satu sisi tentang hubungannya dengan
Cakka? Kenapa? Toh yang merasakan mereka. Kenapa jadi orang lain yang menilai
sembarangan?
~~~
** And
the verdict comes from those with nothing else to do
The
jury's out, but my choice is you.
Cakka
segera memarkir CBRnya di tempat parkir sekolah. Dia menyimpan helm di bagasi
CBRnya. Baru saja dia berjalan beberapa langkah, dia sudah di sambut oleh
seseorang.
“Selamat
pagi Cakka.”
“Eh...
Selamat pagi Oik.”
“Tumben
nggak terlambat.”
Cakka hanya
tersenyum tidak menjawab sambil melangkahkan kaki menuju kelasnya. Di kelas,
dia sudah di sambut oleh kedua kawannya, Irsyad dan Obiet.
“Wetz
bro, apa kabar?” Tanya Obiet.
“Not
good!” Kata Cakka.
“Kenapa?”
Tanya Obiet.
“Elah
Biet paling gara-gara anak SMA itu. Siapa lagi?” Kata Irsyad.
“Aku
heran ya sama kamu Kka, udah dikejar-kejar putri sekolah kayak Oik masih aja
keukeh sama mbak-mbak itu.” Kata Obiet.
“Shilla
bukan mbak-mbak!”
“Yaaa...
Mbak dong dia kan lebih tua dari kita yoi nggak bro?” Tanya Obiet pada Irsyad.
“Yoi
bro” katanya.
“Aku
sudah memilih Shilla. Jadi apa pun yang kalian katakan. Nggak ngaruh tuh!” Kata
Cakka sambil melangkah dan meletakkan tasnya di atas mejanya. Kemudian duduk
dengan segala macam pikiran di dalam kepalanya.
~~~
**So
don't you worry your pretty little mind
People
throw rocks at things that shine
9
September 2009
Malam
itu sunyi. Hanya terdengar sesekali kicauan burung. Terkadang suara motor
satu-satu melintasi jalanan. Cakka dan Shilla sedang berjalan di sebuah
trotoar. Mereka baru pulang dari tempat kursus vokalnya. Awal mula mereka
bertemu. Di tempat kursus vokal itu. Semakin hari semakin dekat. Seperti malam
ini. Cakka mengantar Shilla pulang dengan berjalan kaki. Kebetulan jarak
apartemen Shilla dengan tempat kursus vokal tidak terlalu jauh. Dingin pekat
menembus tulang mereka. Tak mereka hiraukan. Kesunyian membungkus satu dengan
yang lain. Tanpa ada suara menikmati malam itu.
“Kamu
suka musik apa?” Tanya Shilla memecah keheningan.
“Aku
suka musik blues.”
“Kenapa?”
“Suka
aja, aku nyaman kalau dengar jenis musik itu. Kamu sendiri?”
“Aku
suka musik rock.”
Cakka
kaget. Tidak biasanya seorang perempuan suka musik seperti itu.
“Rock?”
Shilla
mengangguk. “Iya.”
“Kok
bisa seorang perempuan seperti kamu suka musik rock?”
Shilla
mengangkat bahunya, “aku punya semangat kalau mendengar musik sejenis musiknya
linkin' park gitu.”
“Kamu
lucu. Beda sama anak perempuan lainnya.”
“Beda
gimana maksud kamu?”
“Ya beda
aja. Tapi itu yang membuat aku suka sama kamu.”
Oppss.
Cakka keceplosan. Shilla memicingkan matanya ke arah Cakka. Berusaha meminta
penjelasan dengan kata-kata yang baru meluncur dari mulut Cakka. Melalui
kilatan matanya malam itu.
Cakka
terlihat menghela napasnya.
“Shil.”
“Ya?”
“Aku
ingin mengaku sama kamu. Kalau aku suka sama kamu. Tapi... Aku tahu perbedaan
kita. Aku lebih muda dari kamu. Tapi aku sayang kamu. Mungkin ini terlalu
lancang, tapi... Kamu... Kamu mau nggak jadi pacar aku?” Tanya Cakka.
Langkah
mereka terhenti. Shilla menatap Cakka. Di bawah lampu jalanan. Wajahnya nampak
bersinar. Dia terlihat begitu bersungguh-sungguh saat menanyakan itu.
“Ya aku
tahu orang akan beranggapan aneh. Karena perbedaan usia kita. Tapi aku---”
Perkataan
Cakka di potong oleh Shilla dengan jadri telunjuknya yang bersarang di bibir
Cakka.
“Ssssttt...
Aku nggak mau dengar itu lagi. Karena... Aku mau jadi pacar kamu.” Kata Shilla
sambil tersenyum.
Cakka
surprise. Seakan tidak percaya. Keduanya berpelukan di trotoar malam itu.
Menjadi malam penyatuan dua hati yang berbeda.
~~~
**And
life makes love look hard
The
stakes are high, the water's rough, but this love is ours
Shilla
duduk di sebuah batu besar. Punggungnya bersandaran dengan punggung Cakka. Kala
itu mereka masih mengenakan seragam mereka masing-masing. Putih abu-abu dan
putih biru. Kenapa seragam itu selalu membuat mereka terlihat berbeda?
Tadi
Shilla pulang sekolah segera menghindar dari jemputannya. Dia dan Cakka janjian
di tempat biasanya. Sambil memandang siluet-siluet awan berarakan. Mereka
menikmati siang itu.
“Memang
salah ya Kka kalau kita saling jatuh cinta?” Tanya Shilla.
“Banyak
yang bilang begitu, tapi aku tidak memikirkannya, yang terpenting itu kita yang
tahu.”
“Ya...
Memangnya ada larangan orang nggak boleh berpacaran kalau ceweknya lebih tua
atau cowoknya lebih muda. Nggak kan?”
“Sudah
nggak usah pikirkan, kita di sini kan untuk bersenang-senang, by the way aku
kangen banget sama kamu. Can I hug you?” Kata Cakka sambil berbalik ke arah
Shilla.
Shilla
juga ikut berbalik. Kini mereka berdua berhadapan. Kemudian saling berpelukan.
Melepas segala yang ada di hati mereka. Mungkin terlalu dini. Tapi cinta itu
begitu kuat mereka rasakan.
~~~
**You
never know what people have up their sleeves
Ghosts
from your pas gonna jump out at me
Shilla
bergegas memasuki sebuah mall. Hari ini pulang sekolah Shilla janjian bersama
Cakka. Untuk nonton film di bioskop. Shilla tahu konsekuensinya kalau dia dan
Cakka mengenakan seragam yang berbeda. Tapi, kalau tadi Shilla mengganti
bajunya. Dia akan keduluan sopir mamanya yang menjemputnya. Makanya dia
langsung naik taksi dan meluncur ke mall. Ramai sekali orang-orang yang ada di
mall. Tadi mereka janjian untuk bertemu di depan KFC. Shilla kemudian melihat
Cakka masih dengan seragam putih biru. Lambang osis kuning dan celana biru
selutut. Dengan cepat Shilla mendekatinya.
“Sudah
lama menunggu?” Tanya Shilla.
“Nggak
kok. Tapi aku sudah pesan tiket tadi. Nih,” kata Cakka sambil menyerahkan
selembar tiket untuk Shilla.
Shilla
mengambilnya.
“Yuk,”
Cakka mengulurkan tangannya ke arah Shilla. Shilla menyambutnya.
Kemudian
mereka berjalan menyusuri mall itu sambil berpegangan tangan. Banyak yang
melihat. Perbedaan terlalu signifikan diantara mereka. Membuat banyak yang
berbisik-bisik ketika Cakka dan Shilla lewat di depan mereka. Tapi Cakka dan
Shilla tidak menghiraukannya. Mereka segera menuju XXI untuk menonton.
Tiba di
XXI mereka langsung memberikan tiket pada petugas dan masuk di studio untuk menonton.
Film di
mulai. Cakka dan Shilla sibuk dengan tontonannya. Sekitar dua jam lebih film
itu berlangsung. Akhirnya selesai. Cakka dan Shilla segera keluar dari studio
tersebut sambil erat bergandengan tangan.
“Cakka.”
Suara sang perempuan.
“Shilla.”
Suara sang lelaki.
Spontan
membuat Cakka dan Shilla menoleh ke arah sepasang manusia yang berdiri di depan
mereka.
“Acha!”
Suara Cakka.
“Alvin!”
Suara Shilla.
“Tunggu...
Tunggu kenapa saling kenal begini ya?” Tanya Alvin heran.
“Ini
pacar kamu Vin?” Tanya Shilla pada lelaki yang bernama Alvin.
“Bukan
Shil, adik aku baru datang dari Yogyakarta, namanya Acha, kenalan dulu.”
“Acha.”
“Shilla.”
“Kok aku
nggak tahu ya kalau Cakka punya kakak yang namanya Shilla.” Kata Acha heran.
“Shilla
bukan kakakku Cha,” kata Cakka.
“Trus?”
“Shilla
pacarku.”
Pengakuan
Cakka berhasil membuat Alvin dan Acha saling menatap. Bagaimana bisa?
~~~
**Lurking
in the shadows with their lip gloss smiles
But I
don't care 'cause right now you're mine
“Kka,
kamu yakin mau ngajakin aku ke pesta ulang tahun teman kamu? Aku nggak ganggu
gitu?” Tanya Shilla.
“Yakin,
tapi sebenarnya yang aku takutkan jangan-jangan mama kamu memarahimu ketika
tahu kamu pergi bersamaku,” kata Cakka.
“Aku
sudah bilang aku pergi bersama Angel. Angel sih mau membantu. Cuma semoga saja
di pestanya tidak ada temannya Shanin sehingga aku aman.”
Cakka
mengenggam tangan Shilla, “maaf ya, aku buat kamu tambah bermasalah.”
“Enggak!
Kamu sama sekali bukan masalah bagiku.”
Cakka
dan Shilla saling tersenyum. Shilla kemudian dengan gaun kremnya naik ke atas
CBR Cakka. Rambutnya yang tergerai indah. Melambai-lambai oleh tiupan angin.
Shilla mengeratkan pelukannya pada Cakka. Sebelum Cakka memacu CBRnya lebih
cepat lagi.
Tiba di
pesta. Cakka dan Shilla segera berjalan menyalami yang berhari ulang tahun.
Ketika Cakka dan Shilla berjalan ke arah Oik. Dua teman Cakka saling berbisik.
“Cakka
berani banget bawa mbak-mbaknya kemari sudah tahu ini pesta Oik. Dia kan cinta
mati pada Cakka, mau cari masalah?” Kata Irsyad.
“Kalau
gue jadi Cakka, gue bakalan pilih Oik. Gila men, Oik lebih sepadan. Sama Shilla
yang ketuaan yang benar saja?”
Oik
berdiri menatap Cakka dan Shilla yang berjalan ke arahnya. Lip gloss tipisnya
di bibirnya menyala. Sinaran senyumnya terasa berbeda. Senyum mengejek.
“Selamat
ulang tahun ya, Oik,” kata Cakka menyalami Oik dan memberikan hadiah untuk Oik.
“Terima
kasih,” Oik menerima hadiah dari Cakka.
Shilla
menyalami Oik. Oik membalas uluran tangannya dengan terpaksa. Setelah itu
mereka kembali duduk di tempat duduk menunggu perayaan pesta itu.
Tibalah
saatnya pemotongan kue ulang tahun. Oik bersiap. Setelah meniup lilin Oik mulai
memotong kuenya. Dia memberikan kue pertamanya pada Cakka. Tanpa memedulikan
Shilla. Padahal sudah jelas-jelas Shilla di sana bersama Cakka menggandeng
tangannya. Cakka menatap Shilla yang tersenyum pahit ke arahnya. Kemudian
melepaskan tangannya yang melingkari lengan Cakka. Oik segera menarik Cakka di
dekat kue ulang tahunnya. Meninggalkan Shilla di situ. Cakka dengan terpaksa
mengikuti Oik.
Rasa
sesak di dalam hati Shilla membuatnya ingin keluar dari situ.
~~~
**And
you'll say don't you worry your pretty little mind
People
throw rocks at things that shine
And life
makes love look hard
The
stakes are high, the water's rough, but this love is ours
Shilla
menyenandungkan refrain lagu "ours" milik Taylor Swift. Dia sedang
berjalan kaki di atas trotoar. Dia lari dari pesta tadi. Dipikirnya bodoh juga
dan terlalu kekanak-kanakan. Tapi dia cemburu! Cakka harus tahu kalau dia
cemburu!
“Jangan
kekanak-kanakan begitu deh Shil, sebenarnya yang tua kamu atau aku?” Sebuah
suara di iringi suara CBR yang mendekat.
“Apaan
siapa yang nggak cemburu pacarnya digituin di depan mata kepalanya sendiri.”
Kata Shilla sambil berkacak pinggang.
“Iya
sih, aku minta maaf kalau begitu.”
“Aku
sudah cukup sabar Kka selama ini, aku tahu banget kita nggak pantas. Mungkin
kamu memang lebih cocok sama Oik,” kata Shilla.
Cakka
segera memarkir CBRnya dan langsung turun menghampiri Shilla. Dia segera
memeluk gadisnya itu.
“Sssstt
jangan berkata seperti itu. Hindari segala pikiran-pikiran yang nggak-nggak.
Aku di sini hanya untuk kamu dan selalu untuk kamu. Aku nggak menerima kuenya
Oik kok. Aku nyusul kamu di sini.”
“Beneran?”
Cakka
melepaskan tangannya kemudian membingkau wajah Shilla.
“Bener.
Aku sayang kamu.”
“Aku
juga sayang kamu Kka.”
Keduanya
saling berpelukan.
“Gimana
kalau malam ini untuk menebus semuanya, aku ajak kamu ke suatu tempat.”
“Kemana
Kka?” Tanya Shilla penasaran.
“Ada
deh.”
Cakka
segera menarik Shilla naik CBRnya. Kemudian melajukan CBR itu menyusuri jalan
raya. Menuju ke sebuah tempat.
~~~
**And
it's not theirs to speculate if it's wrong and
Your
hands are tough but they are where mine belong in
I'll
fight their doubt and give your faith with this song for you
Cakka
ternyata mengajak Shilla ke sebuah gedung tua. Dari atas mereka bisa melihat
kilatan lampu yang menerangi kota Jakarta malam itu. Cakka mengenggam tangan
Shilla erat. Mereka larut dalam kepekatan kesunyian malam. Merasakan waktu ini
milik mereka berdua.
“Kenapa
orang suka sekali menerka-nerka tentang hubungan kita? Padahal hubungan ini
kita yang menjalani bukan?” Tanya Shilla.
“Biasanya
orang hanya menilai dari luar saja, mereka tak tahu apa yang ada di dalam.”
Shilla
memeluk Cakka. Air matanya tiba-tiba luruh di pipinya, “aku nggak mau kamu
meninggalkan aku Kka, aku sayang sama kamu.”
“Aku pun
tak mau itu terjadi. Karena kita berdua sudah saling memiliki.”
Kembali
keheningan membungkus mereka. Shilla menyenandungkan lagu Ours milik Taylor
Swift kembali. Liriknya sepertinya menguatkannya. Apapun yang terjadi ini
adalah pilihan mereka. Orang boleh berkata apa tentang hubungan mereka. Tentang
Cakka yang lebih muda dari Shilla. Ataupun tentang Shilla yang lebih tua dari
Cakka apapun itu. Tapi mereka saling memiliki.
Malam
itu menjadi memori yang indah untuk mereka di antara.
Hanya
ada Cakka dan Shilla...
~~~
**'Cause
I love the gap between your teeth
And I
love the riddles that you speak
And any snide
remaks from my father about your tattoos
Will be
ignored
'Cause
my heart is yours
“Shil,
main tebak-tebakan yuk,” ajak Cakka yang kepalanya sedang tiduran di atas paha
Shilla.
Mereka
saat itu sedang berada di sebuah taman. Hanya mereka berdua di situ. Kali ini
mereka tidak mengenakan seragam sekolah mereka. Terlihat normal saja. Mereka
seperti pasangan biasa. Apa yang berbeda dengan pasangan yang lain.
“Boleh,
kamu duluan.”
“Apa
yang hanya dimiliki satu orang di dunia ini?”
“Apa
yah?” Shilla tampak berpikir. Semua benda-benda di dunia ini sepertinya rasanya
punya kloning. Apa yang hanya dimiliki satu orang di dunia ini? Shilla
kebingungan.
“Apa
hayo?”
“Nyerah
deh nyerah!” Akhirnya Shilla menyerah setelah proses pemikiran yang sangat
panjang.
“Mau
tahu?”
“Mau
banget lah!”
“Hati
aku. Karena hanya dimiliki oleh Shilla seorang.”
“Ah!
Kamu bisa aja gombalnya.”
“Nggak
gombal. Aku jujur. Hatiku hanya milikmu.”
Pipi
Shilla tiba-tiba bersemu merah. Entah apa yang harus di katakan Shilla selanjutnya.
“Shil.”
Panggil Cakka.
“Ya?”
Shilla menoleh ke arah Cakka.
Tanpa di
duga Shilla dihadiahi kecupan lembut oleh Cakka di bibirnya. Itu ciuman
pertama... Selama mereka berpacaran.
“Sorry,
kalau aku lancang.” Kata Cakka salah tingkah sambil menggaruk kepalanya.
Shilla
malah tersenyum malu-malu. “Itu yang pertama buatku.”
“Serius?”
Shilla
mengangguk malu-malu lagi. Cakka memberikan pelukannya. “Maaf.”
“Kok
minta maaf?” Tanya Shilla melepaskan pelukan Cakka.
“Yaaa...
Karena... Karena...”
Belum
sempat Cakka melanjutkan perkataannya. Kali ini Shilla yang menghadiahi kecupan
hangat di bibir Cakka. Ia kaget. Tapi kemudian Cakka membingkai kepala Shilla.
Mencoba lebih dalam lagi. Mereka pun larut dalam ciuman hangat malam itu.
***
“Kamu
yakin Kka mau nganterin aku pulang?” Tanya Shilla.
“Yakin.”
“Tapi
kamu tahu kan situasi aku sama keluargaku kayak apa sekarang? Aku takutnya kamu
malah dimarahin Mama atau Papa aku.”
“Tapi
aku akan lebih dimarahin kalau aku mengajak putrinya keluar dan membiarkan putrinya
itu pulang sendirian tanpa di antar. Bahaya Shil, udah malam kamu cewek.” Kata
Cakka.
Shilla
tersenyum kemudian mengangguk, “yaudah deh.”
Shilla
segera naik ke atas CBR Cakka. Melingkarkan tangannya di pinggang Cakka.
Sebelum CBR itu melaju menuju apartemen Shilla. Beberapa menit kemudian mereka
telah tiba di depan apartemen Shilla. Shilla segera turun.
“Makasih
ya Kka.”
“Sama-sama.
Mau ku antar masuk?” Tanya Cakka.
“Nggak
deh Kka. Makasih, nanti aku nggak mau kamu kena marah.”
“Yaudah.
Hati-hati ya.”
“Kamu
juga hati-hati. Jangan ngebut bawa motornya.”
“Iya
pasti. Aku pulang dulu.”
Cakka
kemudian menarik kepala Shilla kemudian mengecup dahinya.
“Shilla!”
Suara
itu mengagetkan Cakka dan Shilla. Cakka segera mengakhiri kecupannya itu.
“Papa.” Kata
Shilla dengan suara bergetar.
“Siapa
itu? Pacar kamu?” Tanya Papanya.
Shilla
mengangguk, “iya pa.”
“Yang
kata Mama kamu anak SMP?”
Shilla
mengangguk lagi.
“Masuk!”
Bentak Papa Shilla.
“Aku
masuk dulu ya Kka.”
Cakka
mengangguk.
“Masih
kecil juga kalian! Pacar-pacaran!” Kata Papa Shilla kemudian menarik Shilla
masuk ke dalam apartemen.
~~~
**So
don't you worry pretty little mind
People
throw rocks at things that shine
And life
makes love work hard
But they
can't tak what's ours
“Apa
Kka? Ke Yogyakarta?” Shilla kaget mendengar berita dari Cakka.
“Iya
Shil, kan aku sudah lulus SMP. Dan orang tuaku menyuruhku untuk sekolah di
Yogyakarta.” Kata Cakka.
Mata
Shilla berkaca-kaca, “tapi Kka, selama ini yang aku tunggu. Saat dimana kamu
dan aku tidak dibedakan dengan warna seragam lagi. Kita sama-sama mengenakan
putih abu-abu. Kenapa kamu harus pergi?” Tanya Shilla air matanya sudah luruh
di pipinya.
Cakka
segera menenggelamkan Shilla ke dalam pelukannya, “ini bukan kemauanku. Aku
juga mau tetap di sini, tapi orang tuaku yang menyuruhku. Kita masih tetap bisa
berhubungan walaupun jarak jauh.” Kata Cakka.
“Tapi
akan beda Kka, aku bakalan kangen banget sama kamu. Aku bakalan merindukan
kamu. Dan kita berdua akan tersiksa oleh jarak.”
“Aku
tahu itu.”
Keduanya
pun terdiam. Masing-masing dengan pikirannya sendiri. Cakka kemudian
mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya.
“Dia
kemudian mengenakannya di tangan Shilla. Sebuah gelang dengan inisial CSF.”
“CSF?
Cakka Shilla...?” Tanya Shilla memperhatikan gelang yang ada di tangannya.
“Cakka
Shilla Forever.” Kata Cakka.
Shilla
tersenyum ditengah air mata yang masih mengalir di pipinya. Cakka menghapus air
mata Shilla dengan jemarinya.
“Jangan
menangis lagi yah. Kita pasti dipertemukan kembali.”
Dengan berat
Shilla menghela napasnya kemudian menghembuskannya, “begini saja Kka. Kita
nggak usah berhubungan lagi ya setelah ini.”
“Kenapa
begitu?” Tanya Cakka dengan tatapan yang miris.
“Aku
mau. Jika cinta ini memang milik kita. Kita pasti dipertemukan oleh takdir
lagi. Kita hidup masing-masing. Hidup memang membuat cinta itu berat. Tapi
apapun itu, kalau kita memang jodoh pasti akan dipertemukan. Aku tak mau kita
tersiksa setiap hari. Kamu di sana fokus untuk belajar aja Kka. Aku nggak mau
gara-gara hubungan kita ini kamu malah nggak fokus belajar. Aku tunggu kamu
datang ke kehidupanku lagi.” Kata Shilla.
Cakka
menutup matanya. Meresapi segala perkataan Shilla sebelum dia mengangguk, “ya.”
Shilla
tersenyum, “gelang ini akan tetap ada di tanganku sampai kapan pun.” Kata
Shilla.
“Can I
kiss you last?” Tanya Cakka.
Shilla
mengangguk. Kemudian Cakka mendekatkan wajahnya ke wajah Shilla. Sebelum
terjadi pertautan di bibir mereka. Mungkin itu akan menjadi ciuman terakhir
mereka.
~~~
**They
can't take what's ours
The
stakes high, the water's rough
But this
love is OURS!
14
Februari 2019
Hall
bergemuruh...
Ini
konser ke 99 Shilla selama 8 tahun menjalani kariernya sebagai seorang
penyanyi. Riuh penonton meneriakkan nama Shilla. Gadis berambut ikal dengan
gitar putihnya sedang berada di tengah-tengah panggung. Dengan stand mike-nya
duduk di atas sebuah kursi.
“Baiklah
semua ini lagu terakhir dari Shilla, dia akan mengcover sebuah lagu milik
musisi dunia. Tapi sebelumnya kita akan sedikit berbincang-bincang dulu dengan
Shilla. Katanya, awal Shilla suka dengan musik dia suka jenis musik rock! Waw!
Gimana itu Shilla?”
Shilla
tertawa, “hahaha, iya aku memang dulu suka musik rock, sampai sekarang pun
suka.”
“Tapi
kebayang nggak sih seorang cewek cantik dan feminim seperti Shilla suka musik
rock? Waw gimana kalau seandainya Shilla jadi penyanyi rock?”
“Aku
sadar kok aku nggak punya suara jenis rock.”
“Oh ya,
ngomong-ngomong. Dari awal Shilla masuk ke dunia musik. Dia nggak pernah lepas
gelang yang ada di tangannya. Kira-kira kenapa ya? Gelangnya sangat berharga
ya? Cieee siapa yang ngasih?”
“Gelang
ini sangat berhubungan dengan lagu yang aku akan nyanyikan. Gelang ini
pemberian seseorang yang berharga di dalam hidupku. Dia yang mengajarkan betapa
keras cinta itu mesti diperjuangkan meski punya perbedaan. Dia yang mengajarkan
aku tetap bersabar. Pokoknya lagu selanjutnya ini untuknya.”
“Oke,
baiklah... Ini lagu terakhir dari Shilla. Ours!” Kata sang MC kemudian
meninggalkan panggung.
Shilla
segera memetik gitarnya. Dengan penuh perasaan dia bernyanyi. Dengan penuh
penghayatan dia seperti bertutur cerita. Semuanya terlarut dalam alunan suara
indah Shilla menyanyikan lirik demi lirik lagu tersebut. Shilla menghipnotis
penggemarnya. Banyak yang ikut bernyanyi bersamanya.
Hanya
seseorang yang berdiri di sudut belakang ruangan menonton sejak tadi. Lelaki
dengan jas dan dasi yang rapi. Dia tersenyum kecil. Shillanya masih Shilla yang
dulu.
Shilla
menyelesaikan lagunya. Matanya terantuk pada sosok lelaki dengan pakaian formal
di sudut ruangan. Dia memicingkan matanya. Dia seperti mengenal orang itu.
Lelaki itu terlihat beranjak. Shilla segera berterima kasih dan turun dari
panggung.
Shilla
hendak mengejar lelaki itu. Gitar putihnya masih berada di dalam tas di
belakangnya. Dia yakin apa yang di lihatnya. Itu sosok yang di rindukannya.
Shilla
berputar-putar di studio salah satu stasiun televisi yang menayangkan konsernya
ini. Tapi sudah semua sudut yang di telusurinya tak ada tanda-tanda lelaki itu
muncul.
Shilla
mulai hopeless dengan berjalan lemah dia pergi ke area air mancur yang ada di
depan studio tersebut. Padahal dia yakin tadi itu...
“Makasih
sudah menyanyikan lagu itu untukku,” kata sebuah suara membuat Shilla kaget dan
segera berbalik ke arah sumber suara tersebut.
“Dan
makasih masih memakai gelang itu.”
“Cakka.”
Kaget
Shilla melihat Cakka di belakangnya. Cakka bukan dengan seragam putih biru
lagi. Tapi dengan setelan jas, kemeja dan dasi yang rapi. Dia telah
bermetamorfosa menjadi Cakka seorang elegible bachelor. Menjadi pengusaha muda
yang digandrungi banyak wanita. Shilla tahu itu. Tapi sampai saat itu takdir
belum mempertemukan mereka. Sampai saat ini...
“Selamat
atas konser ke sembilan pulu sembilanmu.”
“Makasih.
Selamat juga kamu sudah menjadi most wanted men in the world.”
“Hahaha.
Kamu berlebihan.”
“Kata
ayahku seperti itu. Bahkan dia kalah sama kamu.”
“Tapi
aku kalah denganmu.”
“Kenapa
bisa begitu?”
“Karena
sekuat apapun aku mencoba melupakanmu. Hatiku tetap kalah. Sudah terpampang nama
Shilla di sana.”
“Jadi?”
“Jadi
aku tetap mencintaimu, dulu sekarang bahkan selama-lamanya.” Kata Cakka
kemudian membuka kedua tangannya.
Shilla
segera menghambur ke pelukan Cakka. “Jangan pergi lagi.”
“Aku
akan tetap di sini, karena cinta ini milik kita. Nggak ada seorang pun yang
bisa menghalangi kita.” Kata Cakka.
“Well,
memang sudah nggak ada. Kamu kan udah nggak pake putih biru lagi. Dan kamu tahu
betapa Papaku memaksaku untuk menemuimu lagi. Agar kalau aku sama kamu
perusahaan kamu dan dia bisa bekerja sama. Tapi aku nggak mau.”
“Jadi
orang tua kamu sudah setuju?”
Shilla
mengangguk.
“Jadi
mereka tinggal menunggu aku dan kamu menjadi kita.” Kata Cakka.
“Maksud
kamu?” Shilla mengernyit lalu melepaskan pelukannya dari Cakka.
“Karena
hari ini aku mau kamu jadi isteriku.” Kata Cakka segera memasangkan cincin di
jari manis Shilla.
Air mata
Shilla luruh. Bukan kesedihan. Tapi air mata kebahagiaan. Kini tambatan hatinya
telah kembali. Meyakinkan bahwa cinta adalah milik mereka.
“Cakka
Shilla Forever!” Kata mereka bersama.
Kemudian
mereka berpelukan. Diantara desiran air terjun. Hari itu menjadi saksi tautan
cinta mereka.
**The
End**