Kamis, 14 Februari 2013

OURS [Song Fiction]

HAPPY 4 TH ANNIVERSARY CSF!! 14 FEBRUARI 2013


OURS

**Elevator buttons and morning air
Stranger's silence makes me wanna take the stairs

Pagi yang cerah. Burung-burung bernyanyi indah. Mentari tersenyum gembira. Shilla memulai langkahnya untuk hari ini. Seperti rutinitas biasanya. Sekolah. Dia telah memakai pakaian putih abu-abunya. Pintu apartemen orang tuanya berderit. Dia membuka pintunya. Hendak keluar menyongsong hari baru ini. Baru saja hendak keluar. Shilla dipanggil oleh sebuah suara.

“Shilla.”

Shilla segera menoleh ke arah sumber suara tersebut. Mamanya dan Shanin berdiri di belakangnya.

“Ya Ma,” jawabnya.

“Kamu perginya bareng Shanin dan Mama nggak boleh pergi sendiri lagi.”

“Tapi Ma---”

“Nggak pake tapi-tapian, kamu harus pergi sekolah bersama kita.”

Shilla mendengus kesal. Semenjak orang tuanya tahu. Dia sering di antar jemput "anak SMP" ke sekolahnya. Kemudian tahu kalau "anak SMP" itu adalah pacarnya. Orang tuanya makin protektif padanya. Shilla dimarahi habis-habisan waktu itu. Sampai sekarang pun gara-gara itu hubungannya dengan keluarganya jadi tidak enak. Orang tuanya menyuruhnya mengakhiri hubungannya dengan "anak SMP" itu. Tapi Shilla menolaknya. Menyebabkan setiap gerakannya semakin dikekang. Seperti pagi ini.

Shanin yang sudah mengenakan seragam putih birunya. Mamanya yang sudah siap dengan pakaian kantornya. Berjalan mendekati Shilla di depan pintu. Kemudian mereka bertiga keluar dari apartemen. Langkah sejajar mereka menggema sepanjang koridor. Mereka terus melangkah sampai di depan lift. Ketika lift itu terbuka mereka masuk ke dalam. Kemudian hening.

Shilla tak tahan dengan keadaan seperti ini. Shilla merasa orang asing di tengah keluarganya. Seharusnya Shilla merasakan kehangatan. Tidak pernah mudakah mereka? Yang tidak merasakan 'cinta tak memandang usia' seperti yang Shilla hadapi sekarang ini?
Shilla segera mengambil ponselnya dari dalam saku kemudian mengetikan SMS.

Maaf Kka :( aku ga bisa bareng lo hari ini :') kamu tau kan posisiku sekarang. But, I still love you.

Sent. Pesan itu terkirim. Shilla menunggu balasan. Tak beberapa menit kemudian. Hpnya bergetar.

Gpp Shil :) aku ngerti. I always love you

Shilla tersenyum pahit membaca SMS tersebut.

“Kamu nggak tahu apa itu cinta. Kamu dan dia masih kecil. Belum saatnya.”

Itu kata Mamanya. Membuat Shilla ingin lari dari situ. Lebih baik dia lewat tangga!

~~~

**If you were here, we'd laugh about their vacan stares
But right now, my time is theirs

Cakka menatap hpnya dengan tersenyum pahit. Sudah sedari tadi dia menunggu di parkiran apartemen Shilla. Dengan seragam putih birunya. Dia segera mengetik SMS balasan untuk Shilla. Dia tahu posisi Shilla sekarang ini. Sulit.
Awalnya, ketika dengan beraninya dia menembak Shilla. Dia tak pernah membayangkan. Karena 'perbedaannya' akan banyak yang merintangi kisah cinta mereka. Salahkah jika seorang lelaki putih biru menjalin hubungan dengan seorang gadis putih abu-abu? Cakka sering bertanya dalam hatinya.

Dia segera naik kembali di atas CBRnya. Memasukan hpnya ke dalam sakunya. Dia menatap apartemen Shilla. Menyaksikan gadis yang dicintainya keluar dari apartemen. Langsung menuju Ford yang terparkir beberapa meter di depannya. Dia hanya bisa menyaksikan kepergian pujaan hatinya itu.

Cakka segera menstarter CBRnya itu sebelum meninggalkan apartemen Shilla.
Tidak apa-apa begini. Walaupun Shilla sekarang jarang punya waktu untunya. Tapi dia akan tetap mencintai Shilla. Karena Shilla tetap bagian dari hidupnya.

~~~

**Seems like there's always someone who disapproves
They'll judge it like they know about me and you

“Tumben kamu nggak datang bareng anak SMP itu?” Tanya Angel teman sebangku Shilla melihat Shilla yang baru turun dari mobil mamanya.

“Anak SMP itu punya nama... Namanya Cakka!” Kata Shilla menegaskan.

“Ya pokoknya dialah. Kenapa Shil? Udah putus?” Tanya Angel.

“Aku nggak putus sama Cakka, kita akan terus bersama.” Kata Shilla.

Angel tertawa, “duh Shil, kayak di SMA ini nggak ada cowok yang lain. Masih banyak cowok ganteng kan di SMA ini? Nggak harus kamu pacaran dengan cowok yang masih pake putih biru begitu. Putih abu-abu lebih menarik.”

“Apapun! Aku tetap memilih Cakka. Kamu nggak tahu antara aku dan Cakka jadi jangan menilai sembarangan Angel.” Kata Shilla.

“Tapi semua orang berpikiran seperti itu. Kalau kalian jalan di mall atau dimana pun dengan seragam. Apa kamu nggak malu bermesraan? Mereka akan pikir kamu dan dia kakak beradik.”

“Aku nggak pernah memikirkan apa yang orang lain nilai tentang kami.”

“Kamu harus memikirkannya Shilla. Karena kamu hidup di dunia ini tidak hanya sendiri!”

Kenapa sih? Orang selalu hanya menilai dari satu sisi tentang hubungannya dengan Cakka? Kenapa? Toh yang merasakan mereka. Kenapa jadi orang lain yang menilai sembarangan?

~~~

** And the verdict comes from those with nothing else to do
The jury's out, but my choice is you.

Cakka segera memarkir CBRnya di tempat parkir sekolah. Dia menyimpan helm di bagasi CBRnya. Baru saja dia berjalan beberapa langkah, dia sudah di sambut oleh seseorang.

“Selamat pagi Cakka.”

“Eh... Selamat pagi Oik.”

“Tumben nggak terlambat.”

Cakka hanya tersenyum tidak menjawab sambil melangkahkan kaki menuju kelasnya. Di kelas, dia sudah di sambut oleh kedua kawannya, Irsyad dan Obiet.

“Wetz bro, apa kabar?” Tanya Obiet.

“Not good!” Kata Cakka.

“Kenapa?” Tanya Obiet.

“Elah Biet paling gara-gara anak SMA itu. Siapa lagi?” Kata Irsyad.

“Aku heran ya sama kamu Kka, udah dikejar-kejar putri sekolah kayak Oik masih aja keukeh sama mbak-mbak itu.” Kata Obiet.

“Shilla bukan mbak-mbak!”

“Yaaa... Mbak dong dia kan lebih tua dari kita yoi nggak bro?” Tanya Obiet pada Irsyad.

“Yoi bro” katanya.

“Aku sudah memilih Shilla. Jadi apa pun yang kalian katakan. Nggak ngaruh tuh!” Kata Cakka sambil melangkah dan meletakkan tasnya di atas mejanya. Kemudian duduk dengan segala macam pikiran di dalam kepalanya.

~~~

**So don't you worry your pretty little mind
People throw rocks at things that shine

9 September 2009

Malam itu sunyi. Hanya terdengar sesekali kicauan burung. Terkadang suara motor satu-satu melintasi jalanan. Cakka dan Shilla sedang berjalan di sebuah trotoar. Mereka baru pulang dari tempat kursus vokalnya. Awal mula mereka bertemu. Di tempat kursus vokal itu. Semakin hari semakin dekat. Seperti malam ini. Cakka mengantar Shilla pulang dengan berjalan kaki. Kebetulan jarak apartemen Shilla dengan tempat kursus vokal tidak terlalu jauh. Dingin pekat menembus tulang mereka. Tak mereka hiraukan. Kesunyian membungkus satu dengan yang lain. Tanpa ada suara menikmati malam itu.

“Kamu suka musik apa?” Tanya Shilla memecah keheningan.

“Aku suka musik blues.”

“Kenapa?”

“Suka aja, aku nyaman kalau dengar jenis musik itu. Kamu sendiri?”

“Aku suka musik rock.”

Cakka kaget. Tidak biasanya seorang perempuan suka musik seperti itu.

“Rock?”

Shilla mengangguk. “Iya.”

“Kok bisa seorang perempuan seperti kamu suka musik rock?”

Shilla mengangkat bahunya, “aku punya semangat kalau mendengar musik sejenis musiknya linkin' park gitu.”

“Kamu lucu. Beda sama anak perempuan lainnya.”

“Beda gimana maksud kamu?”

“Ya beda aja. Tapi itu yang membuat aku suka sama kamu.”

Oppss. Cakka keceplosan. Shilla memicingkan matanya ke arah Cakka. Berusaha meminta penjelasan dengan kata-kata yang baru meluncur dari mulut Cakka. Melalui kilatan matanya malam itu.
Cakka terlihat menghela napasnya.

“Shil.”

“Ya?”

“Aku ingin mengaku sama kamu. Kalau aku suka sama kamu. Tapi... Aku tahu perbedaan kita. Aku lebih muda dari kamu. Tapi aku sayang kamu. Mungkin ini terlalu lancang, tapi... Kamu... Kamu mau nggak jadi pacar aku?” Tanya Cakka.

Langkah mereka terhenti. Shilla menatap Cakka. Di bawah lampu jalanan. Wajahnya nampak bersinar. Dia terlihat begitu bersungguh-sungguh saat menanyakan itu.

“Ya aku tahu orang akan beranggapan aneh. Karena perbedaan usia kita. Tapi aku---”

Perkataan Cakka di potong oleh Shilla dengan jadri telunjuknya yang bersarang di bibir Cakka.

“Ssssttt... Aku nggak mau dengar itu lagi. Karena... Aku mau jadi pacar kamu.” Kata Shilla sambil tersenyum.

Cakka surprise. Seakan tidak percaya. Keduanya berpelukan di trotoar malam itu. Menjadi malam penyatuan dua hati yang berbeda.

~~~

**And life makes love look hard
The stakes are high, the water's rough, but this love is ours

Shilla duduk di sebuah batu besar. Punggungnya bersandaran dengan punggung Cakka. Kala itu mereka masih mengenakan seragam mereka masing-masing. Putih abu-abu dan putih biru. Kenapa seragam itu selalu membuat mereka terlihat berbeda?
Tadi Shilla pulang sekolah segera menghindar dari jemputannya. Dia dan Cakka janjian di tempat biasanya. Sambil memandang siluet-siluet awan berarakan. Mereka menikmati siang itu.

“Memang salah ya Kka kalau kita saling jatuh cinta?” Tanya Shilla.

“Banyak yang bilang begitu, tapi aku tidak memikirkannya, yang terpenting itu kita yang tahu.”

“Ya... Memangnya ada larangan orang nggak boleh berpacaran kalau ceweknya lebih tua atau cowoknya lebih muda. Nggak kan?”

“Sudah nggak usah pikirkan, kita di sini kan untuk bersenang-senang, by the way aku kangen banget sama kamu. Can I hug you?” Kata Cakka sambil berbalik ke arah Shilla.

Shilla juga ikut berbalik. Kini mereka berdua berhadapan. Kemudian saling berpelukan. Melepas segala yang ada di hati mereka. Mungkin terlalu dini. Tapi cinta itu begitu kuat mereka rasakan.

~~~

**You never know what people have up their sleeves
Ghosts from your pas gonna jump out at me

Shilla bergegas memasuki sebuah mall. Hari ini pulang sekolah Shilla janjian bersama Cakka. Untuk nonton film di bioskop. Shilla tahu konsekuensinya kalau dia dan Cakka mengenakan seragam yang berbeda. Tapi, kalau tadi Shilla mengganti bajunya. Dia akan keduluan sopir mamanya yang menjemputnya. Makanya dia langsung naik taksi dan meluncur ke mall. Ramai sekali orang-orang yang ada di mall. Tadi mereka janjian untuk bertemu di depan KFC. Shilla kemudian melihat Cakka masih dengan seragam putih biru. Lambang osis kuning dan celana biru selutut. Dengan cepat Shilla mendekatinya.

“Sudah lama menunggu?” Tanya Shilla.

“Nggak kok. Tapi aku sudah pesan tiket tadi. Nih,” kata Cakka sambil menyerahkan selembar tiket untuk Shilla.

Shilla mengambilnya.

“Yuk,” Cakka mengulurkan tangannya ke arah Shilla. Shilla menyambutnya.

Kemudian mereka berjalan menyusuri mall itu sambil berpegangan tangan. Banyak yang melihat. Perbedaan terlalu signifikan diantara mereka. Membuat banyak yang berbisik-bisik ketika Cakka dan Shilla lewat di depan mereka. Tapi Cakka dan Shilla tidak menghiraukannya. Mereka segera menuju XXI untuk menonton.
Tiba di XXI mereka langsung memberikan tiket pada petugas dan masuk di studio untuk menonton.
Film di mulai. Cakka dan Shilla sibuk dengan tontonannya. Sekitar dua jam lebih film itu berlangsung. Akhirnya selesai. Cakka dan Shilla segera keluar dari studio tersebut sambil erat bergandengan tangan.

“Cakka.” Suara sang perempuan.

“Shilla.” Suara sang lelaki.

Spontan membuat Cakka dan Shilla menoleh ke arah sepasang manusia yang berdiri di depan mereka.

“Acha!” Suara Cakka.

“Alvin!” Suara Shilla.

“Tunggu... Tunggu kenapa saling kenal begini ya?” Tanya Alvin heran.

“Ini pacar kamu Vin?” Tanya Shilla pada lelaki yang bernama Alvin.

“Bukan Shil, adik aku baru datang dari Yogyakarta, namanya Acha, kenalan dulu.”

“Acha.”

“Shilla.”

“Kok aku nggak tahu ya kalau Cakka punya kakak yang namanya Shilla.” Kata Acha heran.

“Shilla bukan kakakku Cha,” kata Cakka.

“Trus?”

“Shilla pacarku.”

Pengakuan Cakka berhasil membuat Alvin dan Acha saling menatap. Bagaimana bisa?

~~~

**Lurking in the shadows with their lip gloss smiles
But I don't care 'cause right now you're mine

“Kka, kamu yakin mau ngajakin aku ke pesta ulang tahun teman kamu? Aku nggak ganggu gitu?” Tanya Shilla.

“Yakin, tapi sebenarnya yang aku takutkan jangan-jangan mama kamu memarahimu ketika tahu kamu pergi bersamaku,” kata Cakka.

“Aku sudah bilang aku pergi bersama Angel. Angel sih mau membantu. Cuma semoga saja di pestanya tidak ada temannya Shanin sehingga aku aman.”

Cakka mengenggam tangan Shilla, “maaf ya, aku buat kamu tambah bermasalah.”

“Enggak! Kamu sama sekali bukan masalah bagiku.”

Cakka dan Shilla saling tersenyum. Shilla kemudian dengan gaun kremnya naik ke atas CBR Cakka. Rambutnya yang tergerai indah. Melambai-lambai oleh tiupan angin. Shilla mengeratkan pelukannya pada Cakka. Sebelum Cakka memacu CBRnya lebih cepat lagi.

Tiba di pesta. Cakka dan Shilla segera berjalan menyalami yang berhari ulang tahun. Ketika Cakka dan Shilla berjalan ke arah Oik. Dua teman Cakka saling berbisik.

“Cakka berani banget bawa mbak-mbaknya kemari sudah tahu ini pesta Oik. Dia kan cinta mati pada Cakka, mau cari masalah?” Kata Irsyad.

“Kalau gue jadi Cakka, gue bakalan pilih Oik. Gila men, Oik lebih sepadan. Sama Shilla yang ketuaan yang benar saja?”

Oik berdiri menatap Cakka dan Shilla yang berjalan ke arahnya. Lip gloss tipisnya di bibirnya menyala. Sinaran senyumnya terasa berbeda. Senyum mengejek.

“Selamat ulang tahun ya, Oik,” kata Cakka menyalami Oik dan memberikan hadiah untuk Oik.

“Terima kasih,” Oik menerima hadiah dari Cakka.

Shilla menyalami Oik. Oik membalas uluran tangannya dengan terpaksa. Setelah itu mereka kembali duduk di tempat duduk menunggu perayaan pesta itu.

Tibalah saatnya pemotongan kue ulang tahun. Oik bersiap. Setelah meniup lilin Oik mulai memotong kuenya. Dia memberikan kue pertamanya pada Cakka. Tanpa memedulikan Shilla. Padahal sudah jelas-jelas Shilla di sana bersama Cakka menggandeng tangannya. Cakka menatap Shilla yang tersenyum pahit ke arahnya. Kemudian melepaskan tangannya yang melingkari lengan Cakka. Oik segera menarik Cakka di dekat kue ulang tahunnya. Meninggalkan Shilla di situ. Cakka dengan terpaksa mengikuti Oik.
Rasa sesak di dalam hati Shilla membuatnya ingin keluar dari situ.

~~~

**And you'll say don't you worry your pretty little mind
People throw rocks at things that shine
And life makes love look hard
The stakes are high, the water's rough, but this love is ours

Shilla menyenandungkan refrain lagu "ours" milik Taylor Swift. Dia sedang berjalan kaki di atas trotoar. Dia lari dari pesta tadi. Dipikirnya bodoh juga dan terlalu kekanak-kanakan. Tapi dia cemburu! Cakka harus tahu kalau dia cemburu!

“Jangan kekanak-kanakan begitu deh Shil, sebenarnya yang tua kamu atau aku?” Sebuah suara di iringi suara CBR yang mendekat.

“Apaan siapa yang nggak cemburu pacarnya digituin di depan mata kepalanya sendiri.” Kata Shilla sambil berkacak pinggang.

“Iya sih, aku minta maaf kalau begitu.”

“Aku sudah cukup sabar Kka selama ini, aku tahu banget kita nggak pantas. Mungkin kamu memang lebih cocok sama Oik,” kata Shilla.

Cakka segera memarkir CBRnya dan langsung turun menghampiri Shilla. Dia segera memeluk gadisnya itu.

“Sssstt jangan berkata seperti itu. Hindari segala pikiran-pikiran yang nggak-nggak. Aku di sini hanya untuk kamu dan selalu untuk kamu. Aku nggak menerima kuenya Oik kok. Aku nyusul kamu di sini.”

“Beneran?”

Cakka melepaskan tangannya kemudian membingkau wajah Shilla.

“Bener. Aku sayang kamu.”

“Aku juga sayang kamu Kka.”

Keduanya saling berpelukan.

“Gimana kalau malam ini untuk menebus semuanya, aku ajak kamu ke suatu tempat.”

“Kemana Kka?” Tanya Shilla penasaran.

“Ada deh.”

Cakka segera menarik Shilla naik CBRnya. Kemudian melajukan CBR itu menyusuri jalan raya. Menuju ke sebuah tempat.

~~~

**And it's not theirs to speculate if it's wrong and
Your hands are tough but they are where mine belong in
I'll fight their doubt and give your faith with this song for you

Cakka ternyata mengajak Shilla ke sebuah gedung tua. Dari atas mereka bisa melihat kilatan lampu yang menerangi kota Jakarta malam itu. Cakka mengenggam tangan Shilla erat. Mereka larut dalam kepekatan kesunyian malam. Merasakan waktu ini milik mereka berdua.

“Kenapa orang suka sekali menerka-nerka tentang hubungan kita? Padahal hubungan ini kita yang menjalani bukan?” Tanya Shilla.

“Biasanya orang hanya menilai dari luar saja, mereka tak tahu apa yang ada di dalam.”

Shilla memeluk Cakka. Air matanya tiba-tiba luruh di pipinya, “aku nggak mau kamu meninggalkan aku Kka, aku sayang sama kamu.”

“Aku pun tak mau itu terjadi. Karena kita berdua sudah saling memiliki.”

Kembali keheningan membungkus mereka. Shilla menyenandungkan lagu Ours milik Taylor Swift kembali. Liriknya sepertinya menguatkannya. Apapun yang terjadi ini adalah pilihan mereka. Orang boleh berkata apa tentang hubungan mereka. Tentang Cakka yang lebih muda dari Shilla. Ataupun tentang Shilla yang lebih tua dari Cakka apapun itu. Tapi mereka saling memiliki.
Malam itu menjadi memori yang indah untuk mereka di antara.

Hanya ada Cakka dan Shilla...

~~~

**'Cause I love the gap between your teeth
And I love the riddles that you speak
And any snide remaks from my father about your tattoos
Will be ignored
'Cause my heart is yours

“Shil, main tebak-tebakan yuk,” ajak Cakka yang kepalanya sedang tiduran di atas paha Shilla.

Mereka saat itu sedang berada di sebuah taman. Hanya mereka berdua di situ. Kali ini mereka tidak mengenakan seragam sekolah mereka. Terlihat normal saja. Mereka seperti pasangan biasa. Apa yang berbeda dengan pasangan yang lain.

“Boleh, kamu duluan.”

“Apa yang hanya dimiliki satu orang di dunia ini?”

“Apa yah?” Shilla tampak berpikir. Semua benda-benda di dunia ini sepertinya rasanya punya kloning. Apa yang hanya dimiliki satu orang di dunia ini? Shilla kebingungan.

“Apa hayo?”

“Nyerah deh nyerah!” Akhirnya Shilla menyerah setelah proses pemikiran yang sangat panjang.

“Mau tahu?”

“Mau banget lah!”

“Hati aku. Karena hanya dimiliki oleh Shilla seorang.”

“Ah! Kamu bisa aja gombalnya.”

“Nggak gombal. Aku jujur. Hatiku hanya milikmu.”

Pipi Shilla tiba-tiba bersemu merah. Entah apa yang harus di katakan Shilla selanjutnya.

“Shil.” Panggil Cakka.

“Ya?” Shilla menoleh ke arah Cakka.

Tanpa di duga Shilla dihadiahi kecupan lembut oleh Cakka di bibirnya. Itu ciuman pertama... Selama mereka berpacaran.

“Sorry, kalau aku lancang.” Kata Cakka salah tingkah sambil menggaruk kepalanya.

Shilla malah tersenyum malu-malu. “Itu yang pertama buatku.”

“Serius?”

Shilla mengangguk malu-malu lagi. Cakka memberikan pelukannya. “Maaf.”

“Kok minta maaf?” Tanya Shilla melepaskan pelukan Cakka.

“Yaaa... Karena... Karena...”

Belum sempat Cakka melanjutkan perkataannya. Kali ini Shilla yang menghadiahi kecupan hangat di bibir Cakka. Ia kaget. Tapi kemudian Cakka membingkai kepala Shilla. Mencoba lebih dalam lagi. Mereka pun larut dalam ciuman hangat malam itu.

***

“Kamu yakin Kka mau nganterin aku pulang?” Tanya Shilla.

“Yakin.”

“Tapi kamu tahu kan situasi aku sama keluargaku kayak apa sekarang? Aku takutnya kamu malah dimarahin Mama atau Papa aku.”

“Tapi aku akan lebih dimarahin kalau aku mengajak putrinya keluar dan membiarkan putrinya itu pulang sendirian tanpa di antar. Bahaya Shil, udah malam kamu cewek.” Kata Cakka.

Shilla tersenyum kemudian mengangguk, “yaudah deh.”

Shilla segera naik ke atas CBR Cakka. Melingkarkan tangannya di pinggang Cakka. Sebelum CBR itu melaju menuju apartemen Shilla. Beberapa menit kemudian mereka telah tiba di depan apartemen Shilla. Shilla segera turun.

“Makasih ya Kka.”

“Sama-sama. Mau ku antar masuk?” Tanya Cakka.

“Nggak deh Kka. Makasih, nanti aku nggak mau kamu kena marah.”

“Yaudah. Hati-hati ya.”

“Kamu juga hati-hati. Jangan ngebut bawa motornya.”

“Iya pasti. Aku pulang dulu.”

Cakka kemudian menarik kepala Shilla kemudian mengecup dahinya.

“Shilla!”

Suara itu mengagetkan Cakka dan Shilla. Cakka segera mengakhiri kecupannya itu.

“Papa.” Kata Shilla dengan suara bergetar.

“Siapa itu? Pacar kamu?” Tanya Papanya.

Shilla mengangguk, “iya pa.”

“Yang kata Mama kamu anak SMP?”

Shilla mengangguk lagi.

“Masuk!” Bentak Papa Shilla.

“Aku masuk dulu ya Kka.”

Cakka mengangguk.

“Masih kecil juga kalian! Pacar-pacaran!” Kata Papa Shilla kemudian menarik Shilla masuk ke dalam apartemen.

~~~

**So don't you worry pretty little mind
People throw rocks at things that shine
And life makes love work hard
But they can't tak what's ours

“Apa Kka? Ke Yogyakarta?” Shilla kaget mendengar berita dari Cakka.

“Iya Shil, kan aku sudah lulus SMP. Dan orang tuaku menyuruhku untuk sekolah di Yogyakarta.” Kata Cakka.

Mata Shilla berkaca-kaca, “tapi Kka, selama ini yang aku tunggu. Saat dimana kamu dan aku tidak dibedakan dengan warna seragam lagi. Kita sama-sama mengenakan putih abu-abu. Kenapa kamu harus pergi?” Tanya Shilla air matanya sudah luruh di pipinya.

Cakka segera menenggelamkan Shilla ke dalam pelukannya, “ini bukan kemauanku. Aku juga mau tetap di sini, tapi orang tuaku yang menyuruhku. Kita masih tetap bisa berhubungan walaupun jarak jauh.” Kata Cakka.

“Tapi akan beda Kka, aku bakalan kangen banget sama kamu. Aku bakalan merindukan kamu. Dan kita berdua akan tersiksa oleh jarak.”

“Aku tahu itu.”

Keduanya pun terdiam. Masing-masing dengan pikirannya sendiri. Cakka kemudian mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya.

“Dia kemudian mengenakannya di tangan Shilla. Sebuah gelang dengan inisial CSF.”

“CSF? Cakka Shilla...?” Tanya Shilla memperhatikan gelang yang ada di tangannya.

“Cakka Shilla Forever.” Kata Cakka.

Shilla tersenyum ditengah air mata yang masih mengalir di pipinya. Cakka menghapus air mata Shilla dengan jemarinya.

“Jangan menangis lagi yah. Kita pasti dipertemukan kembali.”

Dengan berat Shilla menghela napasnya kemudian menghembuskannya, “begini saja Kka. Kita nggak usah berhubungan lagi ya setelah ini.”

“Kenapa begitu?” Tanya Cakka dengan tatapan yang miris.

“Aku mau. Jika cinta ini memang milik kita. Kita pasti dipertemukan oleh takdir lagi. Kita hidup masing-masing. Hidup memang membuat cinta itu berat. Tapi apapun itu, kalau kita memang jodoh pasti akan dipertemukan. Aku tak mau kita tersiksa setiap hari. Kamu di sana fokus untuk belajar aja Kka. Aku nggak mau gara-gara hubungan kita ini kamu malah nggak fokus belajar. Aku tunggu kamu datang ke kehidupanku lagi.” Kata Shilla.

Cakka menutup matanya. Meresapi segala perkataan Shilla sebelum dia mengangguk, “ya.”

Shilla tersenyum, “gelang ini akan tetap ada di tanganku sampai kapan pun.” Kata Shilla.

“Can I kiss you last?” Tanya Cakka.

Shilla mengangguk. Kemudian Cakka mendekatkan wajahnya ke wajah Shilla. Sebelum terjadi pertautan di bibir mereka. Mungkin itu akan menjadi ciuman terakhir mereka.

~~~

**They can't take what's ours
The stakes high, the water's rough
But this love is OURS!

14 Februari 2019

Hall bergemuruh...
Ini konser ke 99 Shilla selama 8 tahun menjalani kariernya sebagai seorang penyanyi. Riuh penonton meneriakkan nama Shilla. Gadis berambut ikal dengan gitar putihnya sedang berada di tengah-tengah panggung. Dengan stand mike-nya duduk di atas sebuah kursi.

“Baiklah semua ini lagu terakhir dari Shilla, dia akan mengcover sebuah lagu milik musisi dunia. Tapi sebelumnya kita akan sedikit berbincang-bincang dulu dengan Shilla. Katanya, awal Shilla suka dengan musik dia suka jenis musik rock! Waw! Gimana itu Shilla?”

Shilla tertawa, “hahaha, iya aku memang dulu suka musik rock, sampai sekarang pun suka.”

“Tapi kebayang nggak sih seorang cewek cantik dan feminim seperti Shilla suka musik rock? Waw gimana kalau seandainya Shilla jadi penyanyi rock?”

“Aku sadar kok aku nggak punya suara jenis rock.”

“Oh ya, ngomong-ngomong. Dari awal Shilla masuk ke dunia musik. Dia nggak pernah lepas gelang yang ada di tangannya. Kira-kira kenapa ya? Gelangnya sangat berharga ya? Cieee siapa yang ngasih?”

“Gelang ini sangat berhubungan dengan lagu yang aku akan nyanyikan. Gelang ini pemberian seseorang yang berharga di dalam hidupku. Dia yang mengajarkan betapa keras cinta itu mesti diperjuangkan meski punya perbedaan. Dia yang mengajarkan aku tetap bersabar. Pokoknya lagu selanjutnya ini untuknya.”

“Oke, baiklah... Ini lagu terakhir dari Shilla. Ours!” Kata sang MC kemudian meninggalkan panggung.

Shilla segera memetik gitarnya. Dengan penuh perasaan dia bernyanyi. Dengan penuh penghayatan dia seperti bertutur cerita. Semuanya terlarut dalam alunan suara indah Shilla menyanyikan lirik demi lirik lagu tersebut. Shilla menghipnotis penggemarnya. Banyak yang ikut bernyanyi bersamanya.

Hanya seseorang yang berdiri di sudut belakang ruangan menonton sejak tadi. Lelaki dengan jas dan dasi yang rapi. Dia tersenyum kecil. Shillanya masih Shilla yang dulu.

Shilla menyelesaikan lagunya. Matanya terantuk pada sosok lelaki dengan pakaian formal di sudut ruangan. Dia memicingkan matanya. Dia seperti mengenal orang itu. Lelaki itu terlihat beranjak. Shilla segera berterima kasih dan turun dari panggung.

Shilla hendak mengejar lelaki itu. Gitar putihnya masih berada di dalam tas di belakangnya. Dia yakin apa yang di lihatnya. Itu sosok yang di rindukannya.
Shilla berputar-putar di studio salah satu stasiun televisi yang menayangkan konsernya ini. Tapi sudah semua sudut yang di telusurinya tak ada tanda-tanda lelaki itu muncul.
Shilla mulai hopeless dengan berjalan lemah dia pergi ke area air mancur yang ada di depan studio tersebut. Padahal dia yakin tadi itu...

“Makasih sudah menyanyikan lagu itu untukku,” kata sebuah suara membuat Shilla kaget dan segera berbalik ke arah sumber suara tersebut.

“Dan makasih masih memakai gelang itu.”

“Cakka.”

Kaget Shilla melihat Cakka di belakangnya. Cakka bukan dengan seragam putih biru lagi. Tapi dengan setelan jas, kemeja dan dasi yang rapi. Dia telah bermetamorfosa menjadi Cakka seorang elegible bachelor. Menjadi pengusaha muda yang digandrungi banyak wanita. Shilla tahu itu. Tapi sampai saat itu takdir belum mempertemukan mereka. Sampai saat ini...

“Selamat atas konser ke sembilan pulu sembilanmu.”

“Makasih. Selamat juga kamu sudah menjadi most wanted men in the world.”

“Hahaha. Kamu berlebihan.”

“Kata ayahku seperti itu. Bahkan dia kalah sama kamu.”

“Tapi aku kalah denganmu.”

“Kenapa bisa begitu?”

“Karena sekuat apapun aku mencoba melupakanmu. Hatiku tetap kalah. Sudah terpampang nama Shilla di sana.”

“Jadi?”

“Jadi aku tetap mencintaimu, dulu sekarang bahkan selama-lamanya.” Kata Cakka kemudian membuka kedua tangannya.

Shilla segera menghambur ke pelukan Cakka. “Jangan pergi lagi.”

“Aku akan tetap di sini, karena cinta ini milik kita. Nggak ada seorang pun yang bisa menghalangi kita.” Kata Cakka.

“Well, memang sudah nggak ada. Kamu kan udah nggak pake putih biru lagi. Dan kamu tahu betapa Papaku memaksaku untuk menemuimu lagi. Agar kalau aku sama kamu perusahaan kamu dan dia bisa bekerja sama. Tapi aku nggak mau.”

“Jadi orang tua kamu sudah setuju?”

Shilla mengangguk.

“Jadi mereka tinggal menunggu aku dan kamu menjadi kita.” Kata Cakka.

“Maksud kamu?” Shilla mengernyit lalu melepaskan pelukannya dari Cakka.

“Karena hari ini aku mau kamu jadi isteriku.” Kata Cakka segera memasangkan cincin di jari manis Shilla.

Air mata Shilla luruh. Bukan kesedihan. Tapi air mata kebahagiaan. Kini tambatan hatinya telah kembali. Meyakinkan bahwa cinta adalah milik mereka.

“Cakka Shilla Forever!” Kata mereka bersama.

Kemudian mereka berpelukan. Diantara desiran air terjun. Hari itu menjadi saksi tautan cinta mereka.

**The End**