Sabtu, 16 April 2011

Just Love Him, In The Silence

If you can’t reach the star, just look it from your place. If you can’t show your love, just love him from your silence.
*
“Bintang malam, sampaikan padanya.. Aku ingin melukis sinarmu di hatinya..” potongan lirik lagu Kerispatih itu seakan tepat dengan keadaanku sekarang. Ya, disinilah aku. Dalam pekat pukul sebelas malam, aku termenung sendirian di teras samping rumahku, memandang bintang dengan earset bertengger di telingaku. Huft. Kapankah aku bisa melukis sedikit saja sinar bintang di hatinya?
“Shilla, masuk, Nak. Sudah malam..” suara berat papa dari ruang tengah _yang memang berbatasan langsung dengan teras samping_ terdengar memanggilku, lalu segera berganti dengan seruan beliau dan kakakku, Riko. Mereka sedang menonton pertandingan sepakbola nampaknya.
“Iya, Pa. Shilla masuk.” jawabku.
Baiklah, bintang. Seperti malam- malam sebelumnya, kau takkan pernah mendengarku, untuk dapat sedikit saja melukis sinarmu dalam hatinya.
*
“Shilla keboooo. Mau bangun jam berapa lo, HAH?” teriakan kak Riko membuatku terlonjak kaget.
“Apaansih, biasa aja kali, gue udah bangun.”
“Cepetan siap- siap kalo lo gak mau gue tinggal,”
Huh! Terpaksa aku merelakan meninggalkan selimutku yang hangat ini. Baiklah, aku akan segera bersiap untuk pergi ke sekolah pagi ini.
*
“Pagi semuaa..” sapaku pada keluargaku, yang sudah duduk manis di ruang makan.
“Pagi, Shilla.” balas mamaku lembut.
“Elah, buruan nih, udah jam berapa. Lo makan di mobil ajadeh, Shil!”
Kenapa sih kak Riko ini? Sekarang baru pukul enam, tapi ia sudah heboh. Biasanya kami berangkat pukul setengah tujuh.
“Ini baru jam enam, kak,” sahutku santai, kembali mengunyah roti bakarku.
“Ini darurat, Shilla. URGENT. Udah, ayo!”
“Ah, iya. Iya. Ma, Pa, Shilla sama kak Riko berangkat dulu ya,”
“Kita berangkat ya, Ma, Pa.”
“Ati- ati!”
BLAM!
Teriakan mama sudah tidak terlalu kudengar karena kak Riko membanting pintu mobilnya keras dan segera melaju.
*
Hei, tunggu. Ini bukan jalan ke arah sekolahku. Ini....
“Turun, cepet!”
“Hah? I.. Iyaa, kak”
“Kak, ini?”
*
“Cakka! Maaf ya, kakak telat. Ini nih, lama banget Shilla,”
Cakka? Cakka? Dia Cakka?
“Engga papa, kok, Kak. Kak Iel belum lama juga perginya.”
“Oh, ya. Kenalin, ini adek kakak, Shilla. Shil, ini Cakka, adeknya Iel,”
Aku tersenyum kikuk.
“Hai, gue Cakka. Salam kenal, ya!” sapanya ramah.
“Gue Shilla, salam kenal juga,” balasku canggung. Sebelum ini, aku sudah mengenal Cakka, bahkan sangat mengenalnya, tetapi, ia, memang tidak mengenalku. Huft. Dapatkah aku sedikit saja lebih dekat dengannya melalui ini?
Ya, Cakka. Cakka Kawekas Nuraga. Gitaris kebanggaan sekolah, dan aku, mengaguminya, menyayanginya. Bahwa hatinya-lah yg ingin ku lukis dengan sinar bintang. Aku mencintainya, dalam diam. Tak ada yg tahu perasaanku kepadanya, tak terkecuali Sivia dan Agni, sahabatku.
“Shil, kok elo bengong sih?”
“Hah? Oh, ehehehe..”
“Ternyata kita satu sekolah, ya?” tidakkah kau menyadari kehadiranku, Cakka? Apakah aku terlalu invisible bagimu?
“Lo kelas XI juga? Wah, bagus dong. Selama gue sakit, gue bisa diajarin sama elo,”
“I..iiyaa.. Boleh..” tidakkah kau tahu bahwa sekarang hujan sakura sedang melanda hatiku? Mungkin ini hanyalah ajakan tidak penting, soal sekolah dan pelajaran. Tetapi aku merasa sangat senang, Cakka.
“Hahaha, ntar pulang sekolah lo boleh kesini, deh. Ajarin gue pelajaran hari ini, oke? Sekarang lo berangkat gih, udah siang.”
“Gue balik, ya. Get well soon,” pamitku.
“Cak, gue tinggal bentar, ya. Kalo ada apa- apa cepet telepon gue.” sahut kak Riko.
“Sippo, kak, Shil. Bye..”
*
Cakka. Cakka. Cakka. Tawanya masih terngiang di telingaku hingga saat ini.
‘Ntar pulang sekolah lo boleh kesini, deh. Ajarin gue pelajaran hari ini, oke?’
“Shil.. Shilla..” Sivia menggoyangkan telapak tangannya di depan wajahku.
“Shilla! Sadar, woi!” seru Agni.
“SHILLAAAAAAA!” teriak mereka bersamaan di dekat telingaku.
“HA? Eh apaan sih lo pada, gue nggak budek, ya.”
“Lo kenapa sih? Daritadi kita panggilin gak nyaut-nyaut. Malah ngelamun.” Sivia menanyaiku.
“Enggak kok, gue nggak kenapa- napa. Lagi pengen aja,”
Jawaban bodoh. Agni dan Sivia saling berpandangan sambil mengerutkan kening. Aku tidak peduli. Sudah kubilang, tidak ada yg tahu perasaanku pada Cakka, termasuk mereka berdua ini.
TEEEEEEEEET.
Bagus, bel masuk membuatku terhindar dari serbuan pertanyaan mereka berdua. Dan aku akan menyimak pelajaran hari ini sebaik mungkin, agar aku dapat menjelaskan apa yg kudapat pada Cakka nanti, ah, Cakka.
*
“Shil... sttt.. Shil..” panggilan Sivia yg duduk di sampingku, ku acuhkan sedari tadi. Sekarang aku sedang sibuk menyimak penjelasan Pak Duta tentang Termokimia. Padahal sebelumnya, tak sedikitpun aku tertarik pelajaran membosankannya ini. Penjelasannya yg rumit, membuatku sekali- kali menguap. Terang saja, sebelum ini, tidak pernah aku mengerti penjelasan-penjelasan kimia-nya. Mungkin lelah kuacuhkan, Sivia menoleh ke belakang, tempat Agni dan Zevana _teman sebangkunya_ duduk. Dari ujung mataku, aku dapat menangkap mereka tengah berbisik- bisik sambil sesekali melirik ke arahku.
*
Sambil sesekali menyeruput teh botolku, aku membaca- baca ulang penjelasan Termokimia tadi.
“Lo engga makan?” tanya Agni lalu meletakkan sepiring siomay di meja, kemudian duduk di hadapanku. Aku hanya menjawab dengan gelengan kepala, lalu kembali menekuri buku catatanku.
“Tumbenan.. Biasanya kalo abis Kimia lo langsung heboh ngisi perut,” lanjut Agni lagi.
“Lo kenapa sih?” sahut Sivia dari belakang Agni sambil membuka bungkus snacknya.
“Engga” jawabku singkat.
“Shil, gue seneng deh, lo berubah rajin gini.....”
“.... tapi engga usah sampe sebegitu-nya kali.” Lanjut agni
“Haha, kenapa sih? Gue Cuma pengen bisa aja kali,” elakku santai.
“Perubahan lo terlalu mencolok tau, terlalu drastis.”
“Kok lo kesannya kayak gak suka banget sih, Ag?”
Tiba- tiba Agni geragapan kala aku bertanya seperti itu.
“Udah- udah. Kok kalian jadi ngacangin gue gini, sih?” potong Sivia, sebelum Agni sempat menjawab pertanyaanku.
“Sori, deh. Eh, bagi snack lo, dong.” Sahut agni sambil merebut snack di tangan Sivia.
Yasudahlah, tidak perlu kupikirkan masalah kecil begitu. Bisa- bisa malah semakin membesar. Hemm, memang sih kalau dipikir-pikir ini bukan salah Agni juga. Mungkin aku memang terlihat aneh dengan bersikap seperti ini. Tetapi tak apalah, demi Cakka. Batinku.
*
Bel pulang sekolah sudah berbunyi 10 menit yang lalu. Tapi aku masih berdiri mematung di parkiran sekolah. Menyandarkan tubuhku pada mobil yang sama sekali tak berpenghuni tersebut. Sesekali kulirik jam tanganku, rasanya aku tak sabar lagi menunggu. Aku ingin secepatnya berlari ke rumah Cakka. Ya, Demi Cakka, batinku.
“Ah, kak Riko mana sih?” ujarku sambil menghentak-hentakkan kakiku.
Mataku terus beredar di sekeliling parkiran, berharap menemukan sosok kak Riko disana. Setelah lima menit menunggu yang entah mengapa rasanya seperti lima tahun, sosok yang kunantikan datang juga dengan cengiran khasnya.
“Sorry ya Shil, tadi ada tugas tambahan dari Bu Winda, hehe “ jelasnya sambil cengar-cengir.
“Yee, gue itu udah nungguin lima belas menit tau. Lo nggak tau apa Cakka udah nungguin gue, kan kasian entar dia nunggunya kelamaan” tukasku dengan sewot
“Ciee, udah maen janjian aja lo sama Cakka. Cepet banget PDKT lo” goda kak Riko sambil menaik turunkan alisnya.
Aku hanya terdiam. Dalam hati aku merutuki hal bodoh yang baru saja aku lakukan.
“Apaan sih lo kak, udah deh ayo cepet masuk” elakku sambil berusaha mengalihkan topik pembicaraan. Aku tahu kedokku sudah terbuka di depan kak Riko. Jadi ah sudahlah, pikirku.
Dari kaca spion, aku bisa melihat kak Riko senyum-senyum sendiri melihat gelagatku barusan. Dan tak lama kemudian, dia sudah duduk di sampingku, melajukan mobilnya menuju rumah Cakka.
*
“Kalau yang ini caranya gimana Shil?”
Aku menegakkan tubuhku, memalingkan wajahku ke buku soal-soal yang sedari tadi aku kerjakan bersama Cakka. Ya sudah hampir satu jam kita belajar bersama. Sedangkan kak Riko lebih memilih bermain gitar dengan kak Iel di halaman belakang.
“Eehm..” aku memicingkan mataku, berusaha mengamati dan memahami soal yang ditanyakan Cakka. Soal trigonometri yang cukup susah. Sesaat kemudian tanganku sudah bergerak menggoreskan penaku dia atas kertas, menjelaskan cara mengerjakan soal itu kepada Cakka.
“Gimana, Cak? Lo udah ngerti kan?” tanyaku sambil mengakhiri penjelasanku.
“Em, iya iya gue paham. Thanks ya Shil” jawabnya mantap sambil mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum.
Sesaat aku sempat terpaku saat melihat senyumannya. Senyuman yang entah mengapa menurutku lebih berwarna dari untaian pelangi yang muncul memecah gelapnya mendung, senyuman yang lebih hangat dari sinar matahari di hari pertama musim semi, dan senyuman yang selalu membuatku tak pernah berhenti untuk menharapkannya.
Aku hanya menganggukkan kepalaku, tak ingin terlena dengan senyuma yang baru saja ia suguhkan di hadapanku.
*
“Woy, Shilla..” sapa seseorsng yang sudah sangat aku hafal suaranya. Aku membalikkan badan dan tersenyum menatapnya. Cakka, orang yang sudah hampir 2 bulan ini menyandang status menjadi ‘sahabatku’. Status yang entah mengapa selalu aku harapkan agar dapat meningkat, batinku pilu.
“Ada apa Cak?” tanyaku basa-basi.
“Nanti lo pasti nonton show gue kan? Awas aja kalo lo ga nonton” katanya sambil merangkul pundakku. aku cukup tercengang dengan perlakuan Cakka, semua tubuhku terasa kaku, tapi cepat-cepat aku menetralkan kembali sistem syarafku yang sempat menegang. Aku tau dia akan tampil di acara pagelaran seni siang ini di aula sekolah, dan tanpa dimintapun aku pasti akan langsung menonton acara itu.
“Oke, gue bakal nonton, tapi habis itu lo harus nraktir gue es cream. Deal?” godaku sambil menaik-turunkan alisku.
“Ye, makan mulu yang elo pikirin” jawabnya sambil mengacak-acak rambutku.
“Berarti deal dong?”
“iya iya” jawabnya sambil menjabat tanganku.
Sesaat kemudian kami sudah melangkah beriringan menuju kantin sekolah. Satu hal yang membuatku tak dapat menghilangkan senyuman dari bibirku, yaitu karena tangan Cakka masih terparkir rapi di pundakkan. Membangkitkan kembali impianku, impianku untuk dapat melangkah seperti ini terus bersamanya.
*
Aku, Sivia dan Agni sedang duduk di aula bagian belakang, kami sedang menyaksikan pentas seni yang sedang berlangsung dengan meriah. Saat ini band Cakka sedang tampil. Tak henti-hentinya aku menatapnya. Ya dia memang sudah seperti medan magnetku, yang selalu menarikku untuk selalu memperhatikannya. Sedangkan di sebelahku Agni dan Sivia tengah berbincang-bincang dengan apa yang barusan mereka saksikan. Samar-samar aku masih dapat mendengar percakapan mereka.
“Eh, itu vocalistnya namanya Oik kan?” tanya Agni sambil menunjuk sosok bernama Oik tersebut.
“Hem, iya” jawab Via singkat
“Gue denger-denger dia lagi deket sama Cakka loh”
“Ah masa sih?” tanya Via dengan nada tak percaya.
Sebenarnya aku sendiri juga agak kaget dengan apa yang barusan aku dengar. Aku ingin bertanya lebih lanjut tentang hal ini, tapi aku takut kalau mereka akan curiga. Jadi lebih baik aku menunggu dan mendengarkan saja. Pikirku mantap.
“Iya, gue denger mereka cinlok gitu di lokasi latihan band. Apalagi mereka kan satu kelas” kini Agni sudah memulai sesi gossipnya
“Emm, bisa jadi sih. Cakkanya cakep, Oiknya cantik, sama-sama anak band dan populer pula. Udah kayak perfect couple deh” cerocos Via tak ingin kalah dengan Agni.
Hatiku mencelos mendengarnya. Tak dapat lagi aku menikmati acara di hadapanku, yang ada dibenakku hanyalah percakapan Sivia dan Agni yang terngiang-ngiang tak mau pergi. Hey tak taukah kalian hatiku sangat sakit saat kalian berbicara seperti itu? Batinku. Tetapi sesaat kemudian aku tersadar. Aku tidak bisa menyalahkan mereka, toh mereka tidak tahu kalau aku mencintai Cakka, kalau mereka tahu, pasti mereka tidak akan berkata seperti tiu di dekatku. Aku berani mencintainya dalam diamku, jadi aku juga harus berani terluka karena diamku.
*
Cinta memiliki aturan sendiri, saat cinta berpihak padamu, dia akan memberikan harapan indah padamu, seperti harapan akan hadirnya seuntai pelangi setelah turun hujan, pelangi yang selalu dapat membuat orang-orang tersenyum mtakjub mengagumi keelokannya. Tapi saat cinta tak berpihak kepadamu, dia akan membuatmu seperti cuaca di laut. Kau tidak akan tahu, angin yang mula-mula tenang, angin laut yang meyapamu dengan lembut itu sebenarnya menyimpan badai besar. Badai yang siap memporak-porandakan hatimu dengan dahsyatnya.
*
Sesuai janjinya, Cakka mengajakku ke kedai es cream yang hampir 2 bulan ini menjadi langganan kami. Hampir setengah jam aku dan Cakka hanya duduk-duduk menikmati es cream sambil diselingi obrolan ringan. Tapi entah mengapa aku merasa ada sesuatu yang ingin dikemukakan oleh Cakka.
“Em, Shil gue mau nanya sama lo dong”
Ternayata firasatku benar, ada sesuatu yang disimpannya.
“Nanya aja” jawabku sambil menyendokkan es cream ku ke mulut.
“Lo tau Oikkan?” tanyanya sambil menunduk.
Aku agak tersentak dengan pertanyaan Cakka. Tapi aku berusaha bertingkah sewajarnya. Menutupi segala kegalauan yang meyelimuti hatiku.
Aku hanya mengangguk menanggapi pertanyaannya tadi.
“Em, gue suka sama dia Shil. Dan... dan rencananya gue mau nyatain perasaan gue ke dia” terangnya agak terbata-bata.
Aku menarik nafas dalam-dalam, tiba-tiba bayangan percakapan antara Agni dan Sivia kembali melayang di benakku. Es crem yang biasanya dapat mendinginkan hatiku, kini malah berubah menjadi bara api yang siap membakar hatiku. Tubuhku seperti terhempas ombak besar tsunami. Menyeretku masuk kedalam pusaran airnya, dan melemparkanku ke padang pasir yang gersang, tandus, dan panas yang membuat tenggorokanku tercekik karena kekurangan air.
“Menurut lo gimana Shil?” lanjutnya. Terlihat jelas ada nada ragu dalam kata-katanya.
Aku terbangun dari lamunku. Berusaha mencari kata-kata yang pas untuk menjawab pertanyaan Cakka, pertanyaan yang lebih sulit dari soal trigonometri yang pernah ia tanyakan padaku. Ah, kenapa aku harus mengingat masa indah itu, rutukku dalam hati.
“Gimana ya? Ya terserah lo aja sih. Kok lo ga pernah cerita sama gue sih?” aku berusaha menjawab pertanyaannya dengan sewajar dan seceria mungkin, walau aku tahu aku tidak terlalu sukses mempraktekkannya.
“Gue ga terbiasa cerita tentang hal kayak gini ke orang-orang Shil”
“Ya udah, lo ungkapin aja perasaan lo itu. Lo tahu, nyimpen perasaan ke orang itu gak enak Cak. Lo bakalan dapet banyak kesakitan, karena lo hanya bisa diam, meyimpan perasaan itu sendirian. Mending lo ungkapin aja deh.” Entah mengapa kata-kata itu meluncur dengan mulus dari bibirku, mungkin karena itulah yang sedang aku rasakan saat ini.
“Kapan rencananya lo mau nembak dia?” lanjutku
“Nanti malem Shil, jam 7. Lo doain gue ya. Entar kalo sukses kan lo juga yang seneng dapet PJ dari gue. Hehe” jawabnya sambil tertawa renyah.
Aku hanya tersenyum simpul mendengar jawabannya. Tak taukah Cakka hatiku remuk saat ini. Hancur berkeping-keping. Tak taukah kau sudah menjatuhkan bom atom di hatiku? Membakarnya hingga menjadi debu-debu yang tak berarti. Tak taukah kau tentang semua itu? Pikirku sakartis. Entahlah tanpa bisa kutahan setitik cairan bening itu meluncur dari mataku. Tapi dengan cepat ku hapus sebelum ada yang melihatnya. Selalu seperti itu, ‘tidak akan membiarkan orang lain melihatnya’.
*
Aku hanya bisa berjalan mondar-mandir di teras kamarku sambil sesekali memandangi layar HPku atau menatap bintang yang tengah bersinar dengan indahnya. malam ini Cakka akan menyatakan perasaannya pada Oik. Yah ku akui aku iri dengan Oik, aku selalu berhayal dapat berdiri pada posisinya. Posisi sebagai ‘orang yang dicintai’ bukan hanya sekedar ‘sahabat’. Jam tujuh kurang lima menit, detak jantungku semakin cepat, aku tak tahu apa yang kurasakan sekarang, segalanya tersa berkecamuk dalam hatiku. Bercampur menjadi satu.
Aku kembali melirik layar handphoneku, ternyata sudah jam tujuh lebih sepuluh menit. Kenapa Cakka tak kunjung menghubungiku? Apakah dia ditolak? Hingga saking sedihnya ia tak mau menghubungiku, atau dia diterima hingga saking senangnya, dia lupa mengabariku. Segala macam pertanyaan terus berputar di kepalaku. Hingga tepat pada pukul setengah delapan. Handphoneku berbunyi. Sebuah nada mengalun lembut, nada yang menunjukkan adanya pesan masuk.
Kugenggam handphoneku kuat-kuat. Ku hela nafas sebanyak-banyaknya. Kutenangkan hati dan fikiranku. Dengan perlahan ku tekan tombol “open messages” pada layar handphoneku. Sudah kuduga, ada SMS dari Cakka. Sekilas aku membaca pesan singkat itu.
***
Kini aku terduduk di teras kamarku, sendirian. senyuman hambar tertera di wajahku. Biasan cahaya bintang dan bulan yang malam ini menemaniku tampak jelas menerangi wajahku. Membuat cairan bening di wajahku menjadi birkilauan karena terkena cipratan sinarnya. Sebuah lagu yang berbulan-bulan lalu selalu menemaniku kembali terputar lewat melalui iPodku.
“Bintang malam, sampaikan padanya.. Aku ingin melukis sinarmu di hatinya..”
“Baiklah, bintang. Seperti malam- malam sebelumnya, kau takkan pernah mendengarku, untuk dapat sedikit saja melukis sinarmu dalam hatinya” kalimat yang sama seperti berbulan-bulan lalu dan hanya inilah seuntai kata yang mampu terucap dari bibirku, bibir yang selalu saja menyembunyikan sebuah kata ‘CINTA’, bibir yang selalu ku gunakan untuk mencintainya walau hanya dalam diamku.


“if you can’t show your love, just love him from your silence”
***


By: Nurul dan Fita

Love Lost and New Love

shilla Zahrantiara. Itulah nama seorang gadis cantik berumur 16 tahun. Shilla, nama panggilannya. Shilla ini orangnya sangat ceria, supel, cerewet, cerdas lagi. Ia sudah bersahabat lama dengan Cakka dan Zevana. Pagi hari saat dikelas XI IPS 3.

"Shilla!" panggil seseorang dari arah pintu.

"Eh elo, Cak. Kenapa lo keringetan begitu? Abis marathon?" tanya Shilla, usil.

"Iya gue marathon! Sialan lo! Pinjem buku ekonomi lo dong, please! Belom bel kan?" tanya Cakka.

"Belom. Ekonomi? Lo mau nyontek PR yaa?" kata Shilla lagi.

"Bukan nyontek! Tapi nyalin! Udah cepetan lama banget dah, bentar lagi Bu Winda dateng nih" kata Cakka menghampiri Shilla. Shilla hanya geleng-geleng kepala memperhatikan sahabatnya itu. Ia mengeluarkan buku ekonomi punyanya. Segera Cakka merampas jawaban dari buku Shilla. Zevana pun baru datang.

"Widih tumben lo, Cak udah dateng!" kata Zevana menaruh tasnya dimeja.

"Iya lah mau nyontek PR ya gimana gak dateng pagi!" celetuk Shilla.

"Ah bersisik lo pada" kata Cakka yang sibuk nyalin PR.

"Berisik kaleeee!!!" seru Shilla dan Zevana. Cakka hanya nyengir. Cakka pun masih menyalin jawaban.

"Hadeh lama banget ya!" sindir Shilla.

"Udah ini, Ashilla Zahrantiaraaaaa!!" kata Cakka mencubit pipi Shilla.

"Aduh sakit, Cakka!" kata Shilla. Cakka hanya cengengesan.

"Thanks yo!" kata Cakka. Ia pun balik ke tempat duduknya yang berada dibelakang Shilla dan Zevana. Bel pun berbunyi. Proses belajar-mengajar pun dimulai.


***


Break time! Semua siswa pastinya suka waktu ini. Cakka menghampiri Zevana dan Shilla yang berada didepannya.

"Eh Ze, Shill mau ke kantin nggak?" tanya Cakka.

"Iya dong!" jawab Zevana.

"Lo berdua duluan aja deh. Gue mau ke toilet dulu," kata Shilla.

"Oke!" Zevana dan Cakka pun pergi menuju kantin. Shilla akhirnya menuju toilet. Setelah selesai, Shilla masih merapikan bajunya dan nggak sengaja nubruk seseorang.

"Aduh!" keluh Shilla. BRAKK!! Banyak buku-buku yang berjatuhan.

"Yah ampun!" kata seseorang cowok.

"Kak Rio?!" kata Shilla. Shilla membantu Rio membereskan buku-buku yang Rio bawa. Rio adalah kakak kelas Shilla. Sudah lama Shilla menganggumi Rio. Tapi sayangnya Rio nggak tau hal ini.

"Eh sorry ya gue nggak liat. Bukunya ngalingin mata gue sih hehe" kata Rio, tersenyum. Senyum maut Rio membuat Shilla kelepek-kelepek.

"Iya nggak apa-apa kok, Kak! Gue juga salah," kata Shilla.

"Oh iya, tadi lo kayaknya manggil nama gue ya? Kok tau nama gue?" tanya Rio.

"Hah? Eh ngg.... Ah siapa sih yang nggak kenal Kak Rio? Famous people gitu loh! Hehehe" cengir Shilla.

"Hahah bisa aja lo! Nama lo siapa? Anak kelas XI ya?" tanya Rio lagi.

"Nama gue, Shilla, Kak. Iya kelas XI." jawab Shilla.

"Oh ya udah. Gue mau nganter ni buku ke perpustakaan dulu ya! Bye!" kata Rio. Dengan gaya coolnya, Rio menuju perpustakaan. Shilla masih deg-degan waktu ia ngobrol dengan Rio. Untuk pertama kalinya, Shilla ngobrol dengan Rio. Shilla pun langsung senyam-senyum nggak jelas dan berlari dengan ceria menuju kantin.


***


@Kantin

Cakka lagi sibuk sama bakso dan tahunya. Zevana asik sama gado-gado yang baru ia beli. Tiba-tiba, Shilla datang menggebrak meja. Sontak, Cakka dan Zevana pun kaget. Mereka keselek berjamaah. Shilla tak peduli. Ia pun masih senyam-senyum sendiri. Cakka dan Zevana pun liat-liatan.

"Kenapa lo, Shil?" tanya Zevana. Shilla tak menjawab.

"Shill.. Shilla!" panggil Cakka. Shilla tak menghiraukannya.

"Bah bener-bener musti dikerjain nih anak!" lanjut Cakka. Zevana cengo. Maksud Cakka apaan? Cakka pun menaruh sedotan di tempat sambal.

"Shil, minum dulu nih tadi gue beliin spesial buat lo!" kata Cakka. Shilla yang masih senyam-senyum pun tanpa melihat apa yang dikasih Cakka langsung menyedotnya dengan sedotan. Tiba-tiba saja langsung...

"Hah.. Hah.. Pedesss!!!!!!!!" teriak Shilla. Zevana yang baru ngerti maksud Cakka pun tertawa terpingkal-pingkal melihat Shilla. Cakka ikut tertawa.

"Pedeeeees minum minum!!!" Shilla pun meminum jus jeruk. Entah itu punya siapa. Hampir setengah gelas raib diminum Shilla.

"Yeeeeee pedes sih pedes tapi jangan minum minuman gue dong!" keluh Zevana.

"Hehehe sorry, Ze. Darurat" kata Shilla, nyengir. Shilla melotot pada Cakka.

"Peace, coy!" kata Cakka memamerkan jari telunjuk dan jari tengahnya berbentuk V.

"Kampret lo, Cakkaaaaaa!!!" toyor Shilla. Cakka nyengir.

"Lagian lo, senyam-senyum aja sih" kata Cakka.

"Kenapa dah lo?" tanya Zevana. Kembali Shilla senyam-senyum seperti tadi. Bener-bener nggak jelas.

"Jangan mamerin gigi lo mulu! Ntar kering" kata Cakka melahap baksonya.

"Wah musti dikerjain lagi nih," kata Zevana.

"Eh jangaaaaan!!" sahut Shilla.

"Hehehe tadi gue tabrakan gitu sama Kak Rio terus kenalan" kata Shilla. GUBRAAAAAAK!!

"Ya ilah dikirain apaan!" keluh Cakka dan Zevana berbarengan.

"Huuu nggak ngerti orang fallin in love lo!!" kata Shilla.


***


Hari ini, Shilla mengikuti kegiatan ekskul disekolahnya. Basket. Ya, Shilla sudah lama mencintai olahraga ini. Selain ia menyukai basket, ia juga mengetahui kalau pujaannya -Rio- adalah ketua tim basket. Ya jadi, makin tertarik dia untuk ikut basket. Kalau Zevana, ekskul fotografi. Cakka sih kagak jauh dari gitar, yang pasti ekskul musik. Shilla sedang mendribble bola.

"Hap!" Ia melompat.

"Yes masuk!" serunya.

"Shilla!!" panggil seseorang. Ia menoleh.

"Kak Rio?!" Shilla segera merapikan rambutnya.

"Ad apa?" lanjutnya.

"Lo ikut basket? Wah gue kok gak tau ya," kata Rio.

"Ah lo kan sibuk dan banyak anak-anak yang ikut basket. Ya masa iya lo apalin muka anak-anak basket satu persatu. Nggak kan?" kata Shilla.

"Hahaha bisa aja lo" tawa Rio.

"Battle sama gue yuk!" tawar Rio.

"Ah Kak Rio kan jago gue...."

"Yah lo udah takut duluan!" kata Rio merebut bola basket ditangan Shilla.

"Ayo battle kalo gue kalah gue traktir dan kebalikannya!" kata Rio yang udah mendribble bola. Shilla tersenyum dan akhirnya Rio-Shilla pun adu basket. Beberapa lama kemudian, waktu habis.

"Yeaaay Shilla traktir!!" seru Rio.

"Heuuuu... Okelah" kata Shilla, melengos. ia menerima kekalahannya melawan Rio.

"Ke kedai es krim yuk! Lo traktir disana aja" kata Rio. Shilla setuju. Mereka berdua pun segera ke kedai es krim bersama.


***


Beberapa bulan kemudian... Cakka menghampiri Shilla yang lagi didalam kelas. Entah apa yang dicari Shilla.

"Cari apa Shil?" tanya Cakka.

"Kado buat Kak Rio. Dia kan ulang tahun hari ini," kata Shilla masih sibuk mengobrak-abrik isi tasnya.

"Oh," respon Cakka.

"Shil.."

"Hm?"

"Temenin gue ke toko musik yuk. Mau beli gitar baru gue!" kata Cakka.

"Umm... Sorry, Cak. Kak Rio duluan ngajak gue pergi. Mau traktir gitu katanya sama temen-temennya. Sama klub basket sih. Sorry ya, Cak!" kata Shilla.

"Oh ya udah, gue sendiri aja deh" kata Cakka, melengos.

"Gue ke Kak Rio dulu ya! Lo mau ikut?" tanya Shilla.

"Ah nggak. Salam aja buat Kak Rio." kata Cakka. Shilla tersenyum dan segera keluar kelas menemui Rio.

"Kak Rio. Kak Rio. Kak Rio terus. Gue nya kapan?!" dengus Cakka.


***


Setelah lama bertemu, Shilla semakin dekat dengan Rio. Sering smsan, otp-an, kekantin bareng. Shilla juga main sama Zevana dan Cakka jarang banget gara-gara keseringan sama Rio. Kini, Shilla berada dikamarnya. Ia melihat foto saat bersama Rio, Cakka dan Zevana waktu di Dufan yang berada pada frame doraemonnya.

"Aaaa Kak Rio ganteng banget sih!! Di foto ini ada Cakka sama Zevana sih. Gangguin aja," keluh Shilla.

"Tapi nggak papa deh. Yang penting bisa foto bareng Kak Rio aaaa senangnyaa!!!" kata Shilla memeluk frame itu. HP Shilla getar tanda ada sms.

From : CAKKA
Shil, ke danau biasa yuk. Gue boring nih!


To : CAKKA

Siaaaaaap!!


Tiba-tiba HP Shilla berbunyi. Kak Rio calling... Dengan semangat, Shilla menekan tombol hijau.

"Halo?!"

"Halo, Shil. Lagi dimana?"

"Di rumah, Kak. Kenapa?"

"Gue bete, nih. Ke Ancol yuk. Ngapain kek,"

"Boleh Kak!"

"10 menit lagi gue didepan rumah lo, ya!"

"Oke!"

Klik! Telpon terputus. Dengan semangat Shilla merias dirinya. Ia akan jalan bareng Rio. Kapan lagi kayak gini? Setelah selesai. Ia baru ingat tadi Cakka ngajak ke danau dan ia setuju.

"Waduh! Gaswat! Gue lupa Cakka ngajak ke danau! Gimana ya?" tanya Shilla. Shilla mondar-mandir dikamarnya.

"Ah gue pergi sama Kak Rio aja deh!" kata Shilla. Ia segera mengirim sms untuk Cakka.

To : CAKKA
Sorry ya, Cakka. Mendadak Kak Rio ngajak jalan. Gue udah setuju aja. Gue lupa lo ngajak ke danau. Sorry ya!! (:



***


Dari berbeda tempat. Cakka menerima sebuah sms.


From : SHILLA
Sorry ya, Cakka. Mendadak Kak Rio ngajak jalan. Gue udah setuju aja. Gue lupa lo ngajak ke danau. Sorry ya!! (:


Cakka menghela napas. Ia terduduk didepan danau.

"Padahal hari ini gue yakin jadi hari terindah buat gue." batinnya. Sekali lagi ia melihat isi sms tersebut.


To : SHILLA
Oh ya udah nggak papa



Cakka pun tiduran diatas rerumputan ditepi danau. Ia berandai-andai kalau hari ini rencananya jadi dan berhasil.

"Andai aja lo tau perasaan gue, Shil.." gumamnya.


***


Seminggu kemudian.. Banyak orang yang sedang mengerumuni lapangan basket. Shilla yang baru datang berusaha melihatnya.

"Eh ada apa sih, Ze?" tanya Shilla pada Zevana.

"Lo liat aja, romantisnya...." jawab Zevana.

"Cak ada apa sih?" tanya Shilla.

'Kalo Shilla tau dia gimana ya? Gue nggak mau Shilla nangis,' batinnya.

"Lo liat aja sendiri, Shil" jawabnya. Shilla masih bingung kenapa semua sahabatnya berbicara seperti itu. Ia pun berusaha menembus kerumunan siswa-siswa yang kayaknya melihat tontonan 'asik' di lapangan basket. Dan berhasil! Shilla shock. Ia kaget melihat seseorang yang sangat ia kenal sedang...

"Ify, gue suka sama lo.." katanya.

"Cieeeeee" sorak-sorak semua siswa yang sedang menontonnya.

"If you love me, please be my girlfriend!" katanya. Shilla shock.

"Trima! Trima! Trima!!" Ada sebuah anggukan dikepala perempuan berbehel itu. Ia memang sangat cantik. Senyum merekah dibibir laki-laki. Ya! Rio nembak Ify. Ify adalah kakak kelas Shilla. Rio memang sering digosipin sama Ify. Tapi, Shilla menganggap itu hanya sebuah gosip. Tapi...... Shilla berlari menuju taman sekolah.


@taman Sekolah

Shilla meneteskan air matanya. Tapi ada sebuah tangan dibawah dagu Shilla. Seperti menadah air mata Shilla. *aaaa adegan ini mengingatkan ku pada Arti Sahabat hehe*

"Jangan nangis karena Kak Rio. Jangan nangis didepan gue, gue mohon.." kata seseorang.

"CAKKA?!" Cakka menghapus air mata Shilla.

"Lo jangan nangis. Masih ada gue disini," kata Cakka.

"Maksud lo?"

"Shil, udah lama gue suka sama lo. Sejak gue kenal lo waktu SMP, gue udah suka sama lo!" lirih Cakka. Shilla tak menyangka dengan pengakuan Cakka.

"Lo..."

"Maaf Shil, gue terlanjur sayang banget sama lo" kata nya lagi. Shilla pun menangis lagi dan ia meninggalkan Cakka sendirian ditaman sekolah.

"Shillaaaa!!" panggil Cakka. Cakka hanya menghela napas.

"Apa gue salah cinta banget sama elo?!" katanya.


***


@rumah Zevana.

Setelah pulang sekolah, Shilla memutuskan untuk pergi kerumah Zevana. Zevana terus menenangkan Shilla yang menangis mengingat kejadian Rio nembak Ify.

"Shilla, jadi nangis terus dong, tissue gue abis nih!" keluh Zevana.

"Ah lo, Ze perhitungan banget sih sama temen!" kata Shilla masih menangis.

"Kan lo tau, gosipnya Kak Rio suka sama Kak Ify. Lo gimana sih?! Patah hati kan lo" kata Zevana.

"Dikira gue kan cuma gosip, Ze!" kata Shilla.

"Heuu..."

"Gue...harus gimana??" tanya Shilla.

"Masih ada Cakka tuh," kata Zevana.

"Cakka?! Lo....udah tau?" tanya Shilla.

"Ya ampun, Shilla! Gak usah dikasih tau gue juga udah tau kali kalo Cakka suka sama elo. Keliatan dari mata, dan kelakuannya ke elo, Shil! Hadeeeh nggak peka banget sih lo" kata Zevana.

'Apa iya gue yang terlalu cuek sama Cakka?' batin Shilla.


***


Akhir-akhir ini, Shilla menjaga jarak dengan Cakka. Zevana semakin bingung bagaimana caranya agar mereka kembali bersatu lagi. Seperti dulu. Bersahabat, gokil-gokilan. Zevana pun memberi usul kepada Cakka, agar segera nembak Shilla.

"Ya gimana Ze? Tu anak aja jaga jarak sama gue!" kata Cakka saat berada ditaman bersama Zevana.

"Ya usaha dong, Cak! Lo gimana sih? Katanya naksir Shilla, Shilla begitu aja nyerah!" kata Zevana. Cakka terdiam.

"Gimana gue nembaknya?" tanya Cakka. GUBRAK!

"Aduh Cakka Kawekas Nuraga, lo dodol atau bego sih?! Gini aja deh waktu itu lo pernah bilang kan mau nembak Shilla didanau? Nah pake aja itu buat place of nembak lo!" kata Zevana.

"Place of nembak? Eh bagus juga tuh kata-kata lo" komentar Cakka.

"Nyeh. Nah, Shilla kan jaga jarak nih sama elo, elo pake surat aja tuh suruh dia kedanau. Nembak deh. Masalah terima atau tolaknya, itu sih ntaran aja. Jangan lupa ajak gue, Kak Rio sama Kak Ify!" kata Zevana.

"Kak Rio sama Kak Ify? Ngapain?!" tanya Cakka.

"Biar jadi saksi" jawab Zevana. Cakka berpikir sejenak. Ia pun mengangguk setuju.


***


Shilla lagi asik santai didepan TV. Ia hanya mengganti-ganti channel. Tak bergairah ia akhir-akhir ini. Hubungannya sama Cakka, dan Rio juga renggang. Rio masih bingung kenapa Shilla menjauhinya. Tapi Rio berpikir, Shilla punya masalah kali. Shilla hanya melamun.

'Bete juga nggak bareng Cakka. Biasanya kan kalo lagi bete gue nelfon Cakka...' batin Shilla.

"Kenapa sih gue kepikiran Cakka terus?!" tanya Shilla mengacak-acak rambutnya.

"Apa iya gue udah suka sama dia?" gumamnya.

"Kak Shil!" panggil adiknya, Dea.

"Apaan, De?" tanya Shilla.

"Ada surat nih!" kata Dea memberi surat beramplop biru pada Shilla. Dea pun segera pergi.

"Dari siapa?" tanya Shilla.

"Nggak tauu!" jawab Dea dari dalam kamar. Shilla mengangkat bahu. Dibukanya surat itu.

Ke danau dekat rumahmu yaa...

"Hah?! Ngapain gue ke danau? Dari siapa lagi nih?!" tanya Shilla. Karena Shilla penasaran, akhirnya ia pun mengikuti surat itu. Shilla pergi menuju danau dekat rumahnya.


@danau

Shilla mencari-cari seseorang. Entah siapa ia nggak tau. Sambil membawa amplop biru, ia terus berjalan. Entah siapa yang mengirim dan mencarinya.

"Cari siapa, Shil?" tanya seseorang.

"Cakka?!" ia kaget dibelakangnya ada Cakka.

"Lo nyari siapa?" tanya Cakka. Shilla mengangkat bahu.

"Gue mau nungguin orang yang ngasih surat ini." kata Shilla menunjuk surat yang dipegangnya. Cakka hanya manggut-manggut. Hampir setengah jam mereka berdua diam dan menunggu.

"Lo masih mau nunggu?!" tanya Cakka. Shilla mengangguk.

"Shil, disini tuh udah nggak ada orang lain selain gue." kata Cakka.

"Maksud lo?!" tanya Shilla, nggak ngerti.

"Gue yang ngirim surat itu," kata Cakka.

"Hah?!" Cakka bertepuk tangan tiga kali. Prok. Prok. Prok. Triinnggg... Sebuah lampu diatas danau menyala bertuliskan.

I ♡ ASHILLA Z

Shilla takjub melihatnya. Sangat indah.

"Kereeeeen.." seru Shilla.

"Lo suka?" tanya Cakka.

"Banget!" kata Shilla.

"Itulah perasaan gue, Shil." kata Cakka. Shilla terdiam mendengarnya. Cakka mengajak Shilla naik perahu dan ketengah-tengah danau melihat sunset yang masih agak keliatan didanau ini. Shilla masih takjub melihat keindahan alam disini. Cakka mengambil gitar kesayangannya yang ada di perahu itu.

Oh
Yeah
Mmmm

I’d wait on you forever and a day
Hand and foot
Your world is my world
Yeah
Ain’t no way you’re ever gon’ get
Any less than you should
Cause baby
You smile I smile (oh)
Cause whenever
You smile I smile
Hey hey hey
http://jurug.blogspot.com/2010/08/lirik-lagu-u-smile-lyrics-justin-bieber.html
Your lips, my biggest weakness
Shouldn’t have let you know
I’m always gonna do what they say (hey)

If you need me
I’ll come running
From a thousand miles away
When you smile I smile (oh whoa)
You smile I smile
Hey

Baby take my open heart and all it offers
Cause this is as unconditional as it’ll ever get
You ain’t seen nothing yet
I won’t ever hesitate to give you more
Cause baby (hey)
You smile I smile (whoa)
You smile I smile
Hey hey hey
You smile I smile
I smile I smile I smile
You smile I smile
Make me smile baby

Baby you won’t ever work for nothing
You are my ins and my means now
With you there’s no in between
I’m all in
Cause my cards are on the table
And I’m willing and I’m able
But I fold to your wish
Cause it’s my command
Hey hey hey

You smile I smile (whoa)
You smile I smile
Hey hey hey
You smile I smile
I smile I smile I smile
You smile I smile
Oh

You smile I smile

You smile I smile (U Smile - Justin Bieber)

"Shill, gue selalu seneng liat lo senyum. Please jangan nangis lagi didepan gue. Karena, gue nggak sanggup liat itu semua." kata Cakka. Cakka menghela napas.

"You're my special little lady.. The one that makes me crazy.. Of all the girls I've ever known.. It's you.. It's you.." Cakka menyanyikan sedikit lagu Favorite Girldari Justin Bieber.

"Ashilla, gue yakin lo udah tau perasaan gue. Gue udah pernah jujur sama elo. Gue nggak mau banyak ngemeng lagi. Would you be a my Cakka Bieber's girl?" tanya Cakka.

"Hah? Ulang tadi! Nggak denger, anginnya gede" kata Shilla.

"ASHILLA ZAHRANTIARA MAU GAK JADI CEWEK GUE?!" teriak Cakka.

"Perasaan tadi lo nggak ngomong begitu," kata Shilla.

"Agrgh!" Shilla nyengir.

"Gue maunya jadi cowoknya Justin Bieber bukan Justin Bibir kayak elo!" toyor Shilla.

"Ih elo nih ya ngerusak adegan romantis tau nggak! Mending nggak usah gue buat seromantis ini!" keluh Cakka.

"Hehehe sorry, Cakka. Yes, I'm yours, Cakka Bieber!" kata Shilla, tersenyum.

"Hah? Beneran? Serius? Nggak boong kan?!" kata Cakka, nggak yakin.

"Wah gue tarik omongan gue lagi nih," kata Shilla.

"EH JANGAAAAN!" tepis Cakka.

"Ya beneran lah masa boongan!" respon Shilla.

"CIEEEEEE!!!" teriakan dari semak-semak membuat Cakka dan Shilla kaget. Perahu itu goyang dan byuuurr!! Perahu terbalik. Mereka berdua pun jatuh ke danau.

"Eh sialan lo!" seru Cakka.

"Kak Rio?!" kata Shilla melihat Rio, Ify dan Zevana. Cakka melotot pada Shilla.

"Kambing dah lo pada, gitar gue basah kan?!" dengus Cakka.

"Sorry, Cak kan kita turut seneng" cengir Zevana.

"Ayo jangan berenang mulu udah mau malem. Ntar kedinginan! Cepet naik" kata Ify. Cakka dan Shilla pun segera kedaratan (?). Shilla menatap Rio.

"Napa dah lo Shill, ngeliatin gue serius banget?" tanya Rio.

"Widiih ngeri gue liat tatapannya!" sindir Cakka. Jealous abis.

"Kak Rio.. Shilla mau jujur. Shilla......Shilla...pernah suka sama......sama Kak Rio!" kata Shilla menunduk. Rio menatap Ify. Ify hanya tersenyum. Cakka kaget abis mendengar kejujuran Shilla.

'Maksudnya apaan nih? Shilla mau nembak Kak Rio?' batinnya. Rio menatap Shilla.

"Ya elah gue udah tau, Zevana cerita kok!" kata Rio. Shilla menatap Zevana. Maksud-lo-apa-bongkar-rahasia-gue-?. Zevana hanya nyegir.

"Damai, Shil. Damai!" kata Zevana.

"Kak Ify, maafin Shilla. Shilla udah nggak suka kok!! Beneran deeeeeeeeeh!!" kata Shilla. Ify tersenyum.

"Nggak papa kali, Shill. Semua orang berhak suka sama siapa aja. Termasuk kamu," respon Ify.

'Aih! Thanks God, Kak Ify pengertian banget!' batin Shilla.

"Terus yang ono mau dikemanain, Shill?" tanya Zevana menunjuk Cakka yang sibuk sama gitar gara-gara gitarnya basah (-_-). Cakka cemberut juga sih sebenernya.

"Cakka..." panggil Shilla.

"Hm.." respon Cakka.

"Aku padamuu......." kata Shilla. Cakka menatap Shilla. Senyum merekah dibibir Cakka.

"Me tooo!!!!" kata Cakka memeluk Shilla.

"Aduh nyesek gue woy!" kata Shilla.

"Eh eh maaf hehe" kata Cakka nyengir.

"Cieeee peje peje" seru Rio, Ify dan Zevana.

"Let's go home yok! Makan-makan" ajak Cakka.

"Yeaaaaaay!!!"


***