Jumat, 17 September 2010

Penghormatan Terakhir by Ing


CStory : PENGHORMATAN TERAKHIR

 “Tap…tap…tap…”, terdengar langkah Shilla mengendap-ngendap keluar dari benteng tempat tinggalnya.
“Hosh…hosh…hosh…”,nafas Shilla tak beraturan. “Akhirnya aku bisa keluar dari tempat itu.”, senyum simpul tergores diwajahnya. Lalu, ia melanjutkan jalannya. Dilihatnya pasukan dengan membawa bambu runcing dan ada coretan di muka masing-masing.
Ada apa ini? Sepertinya aku pernah melihat keadaan seperti ini.’, gumam Shilla.
‘Bukannya ini para gerilyawan seperti gambar diruangan Papa.’,selidiknya.
Tiba-tiba, seseorang membekap mulutnya dari belakang. Shilla meronta-ronta. Tapi tetap saja bekapan orang itu tidak bisa lepas. Dengan pasrah Shilla membiarkan orang itu mebawanya. Ditempat yang gelap, orang itu melepas bekapannya pada Shilla.
“Kamu ngapain berkeliaran di luar rumah malam-malam seperti ini? Anak gadis  itu dilarang keluar rumah malam-malam.”,omel orang itu.
“ehh…kamu siapa? Berani-beraninya membentak aku?”,bantah Shilla sambil berkacak pinggang.
Tanpa menjawab, orang itu menarik tangan Shilla dan membawanya ke sebuah gubuk. Gubuk reot tepatnya.
Orang itu mengetuk pintu. Dan, seorang anak kecil membukakan pintu. “Kak Cakka?” celetuknya.
“Kamu belum tidur Oik?”,tanya Orang yang menarik-narik Shilla tadi.
‘Ternyata dia bernama Cakka’,batin Shilla.
“Oik belum bisa tidur.” Jawab anak kecil yang dipanggil Oik itu sambil mengusap-usap matanya. Cakka dan Shilla masuk kedalam gubuk itu. Shilla hanya bisa menatap bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya sekarang.
“ini siapa Kak?”,tanya Oik.
“Ohh iya. Siapa namamu?”,tanya Cakka pada Shilla.
Shilla menggaruk-nggaruk kepalanya,“Aku Shilla.”,Jawabnya ragu.
“Aku Cakka. Dan ini adikku Oik.”
“Kak Shilla tinggal dimana?”
“Aku? Aku tinggal di perkampungan sebelah.” Jawab Shilla berbohong. ‘Aku tidak ingin mereka tau kalau aku anak Jendral Kiki. Pasti mereka berpikir aku sedang menyelundup untuk mencari kelemahan pasukan Indonesia.’,Pikir Shilla. Untuk saat ini, Shilla harus menyembunyikan identitasnya. Dia adalah anak dari Jenderal kompeni Belanda.
 “A..aku…Aku tersesat.”
“Baiklah, malam ini kamu menginap saja disini. Besok akan aku antarkan kamu pulang.”
“Ehh… i…iya. Terima kasih.”
“Kak Shilla tidur sama Oik aja.”,pinta Oik manja.
“eh…iya. Boleh…”,jawab Shilla sungkan. Oik hanya tersenyum manis membimbing Shilla kekamar lusuhnya. Sementara itu Cakka kembali kepasukan gerilyanya. Shilla hanya melihat bagian punggung Cakka yang kini semakin menjauh.
“Oik, kak Shilla boleh tanya?”
“Boleh. Tanya apa kak?”
“Oik disini Cuma tinggal sama…”
“Iya, cuma sama Kak Cakka.”,gadis itu lagi-lagi tersenyum tulus.
“orang tua kalian…?”,tanya Shilla ragu.
“mereka meninggal 3 tahun yang lalu. waktu Oik masih umur 7 tahun Kak.”,mata Oik mulai sayu. Satu per satu butir air mata jatuh dipipinya. Oik kini menangis dipelukan Shilla.
“maaf ya Oik”,Shilla mengelus-elus punggung Oik.
“nggak papa kok Kak.”,Oik mengusap air matanya,“udah malem Kak Shilla, tidur yuk!!”,ajak Oik yang mulai menguap.

Keesokan paginya…
“Sampai disini aja…makasih”,kata Shilla sambil membungkukan badan.
“Rumah kamu disebelah mana?”
“Di dekat persawahan itu.” Jawab Shilla sambil menunjuk hamparan Sawah di belakangnya. Dan dengan jelas dia berbohong lagi.
“Ohh.” Cakka membulatkan mulut. “Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu.”
“Hati-hati ya!”,pesan Shilla sambil melambaikan tangan.
Cakka mengangguk dan memberikan senyumannya. Lalu, ia melanjutkan perjalanan untuk ke rumahnya.
“Cakka!”,panggil Shilla lagi. Cakka menengok ke belakang. “Lain waktu boleh aku main kerumah kamu?”
“Tentu!”,jawab Cakka pasti, lalu melanjutkan jalannya.
Kini tinggal Shilla, memandangi Cakka yang semakin menjauh dan menghilang dipelupuk matanya. Tak biasanya Shilla betah memandang sesosok lelaki, apalagi orang yang baru dikenalnya. Shilla saja muak melihat ayahnya dan Alvin, darah turunan Jepang yang dua tahun akhir ini dijodohkan dengannya, karna keperluan bisnis sekaligus mempererat tali persaudaraan antara J. Kiki dan Let. Kol. Septian ayah Alvin. ‘andai aku berasal dari kalangan rakyat biasa. Pasti aku tak perlu berbohong pada Cakka dan Oik.’,sesal Shilla dalam hati.

Shilla berjalan pulang kebenteng tempat tinggalnya. Kini dia tidak mengendap-endap lagi seperti pada waktu dia kabur kemarin. Kembali dia melihat para prajurit lengkap dengan atributnya, jas merah berkancing emas lengkap dengan senapan panjang dibagian kanan, Gagah, rapih tapi tak seperti Cakka. Shilla tiba-tiba mengingat sosok Cakka yang sangat baik padanya, mempersilahkan gadis yang tak dikenalnya bermalam dirumahnya. Namun cepat-cepat Shilla menepis bayangan lelaki yang dikenalnya kemarin itu. Karna dia sadar kalaupun Cakka tahu dia anak kompeni pasti Cakka akan membencinya, begitu pula dengan Oik.
Diruang makan, Shilla melihat para pembantunya sibuk hilir mudik membawa hidangan berbagai macam makanan dan minuman. ‘Ada tamu? Siapa ya?’ tanya Shilla dalam hati sambil berjalan ke ruang makan. Dia  melihat sesosok lelaki yang sedang asik mengobrol dengan keluarganya. Yah…Alvinlah tamunya, dia bersama Tn. Septian dan Ny. Angel yang duduk disampingnya, bersebrangan dengan mereka ada Tn. Kiki ayah Shilla dan Madam Zahra Ibu Shilla dan Sivia adik perempuan Shilla. Tepat di sebelah Sivia dan depan Alvin ada bangku kosong. Pasti itulah tempat Shilla.
Madam Zahra menengok ke Shilla yang berdiri mematung di pintu ruang makan. “Shilla. Kemari nak!” perintahnya. Dengan langkah gontai Shilla berjalan menuju bangkunya.
“Hai Shilla!” sapa Alvin dengan senyum coolnya.
“Hai!” jawab Shilla sambil tersenyum kecut.
“Apa kabar nak?” tanya Ny. Angel.
“Baik.”,kata Shilla mencoba tersenyum ramah.
“Tn. Kiki, bagaimana rencana tentang perjodohan anak kita?”, tanya Tn. Septian yang masih dengan logat daerah asalnya.
“Menurut saya kita harus segera menentukan tanggal pertunangan mereka.”,Tn. Kiki melirik kearah Shilla dan Alvin secara bergantian. Sementara kedua orang tua Shilla dan orang tua Alvin mendebatkan tentang rencana pertunangan mereka, Alvin mengisyaratkan pada ibunya agar dia diperbolehkan keluar berdua dengan Shilla.
Alvin dan Shilla, sebaiknya kalian jalan-jalan berdua. Supaya lebih akrab.”,kata Ny.Angel.
Alvin beranjak dari bangkunya, berjalan menuju Shilla dan mengulurkan tangannya. Shilla meletakkan tangan dkirinya ditelapak tangan kanan Alvin dengan terpaksa. Setelah keluar dari ruang makan, Shilla menghempaskan tangannya dari tangan Alvin. Terbebas dari ruang makan, tapi Shilla tak bisa terbebas dari Alvin yang sedari tadi mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sama sejak dua tahun yang lalu.
Mereka berjalan menuju balkon luas yang terletak dilantai paling atas benteng. Mereka hanya memandangi para prajurit yang berbaris rapih seperti biasa.
“Shilla, dari mana kamu kemarin?”,tanya Alvin dengan angkuh tanpa menoleh kearah Shilla.
Shilla tak menjawab pertanyaan Alvin, dia hanya memain-mainkan rambut ikalnya.
“tidak sopan tak menjawab pertanyaan orang yang bertanya padamu.”,kata Alvin datar.
“urusan aku, bukan urusan kamu!”,kata Shilla tegas sambil berjalan meninggalkan Alvin.
‘tidak salah aku memilihmu menjadi pendamping hidupku.’,batin Alvin yang hanya tersenyum sinis melihat tingkah Shilla.

“Hey!”,sapa Shilla. Ia mendekati Cakka yang mencapai teras rumahnya.
“Shilla? Ada apa kemari sepagi ini? Ada barangmu yang tertinggal?”,tanya Cakka sambil meletakkan hasil pencarian kayu bakarnya.
“Tidak. Aku hanya ingin bertemu dengan Oik.”,jawab Shilla.
“Ingin bertemu Oik, atau sudah kangen sama aku?”,goda Cakka.
“Kamu ini! Aku ingin bertemu Oik.”,Shilla tersipu malu.
“Haha… Aku kan hanya bercanda.”,Cakka terkekeh melihat perubahan wajah Shilla yang  menahan malu. “Oik ada di dalam. Masuk lah!” lanjutnya sembari membukakan pintu. Tetapi ia tidak ikut masuk. Ia masih harus membereskan kayu bakarnya.
Di dalam tampak Oik sedang memotong sayur di dapur yang multifungsi juga untuk ruang makan. Shilla menghampirinya. “Hai Oik. Sedang apa?”
“Kak Shilla! Oik sedang memasak.”,jawab Oik sambil menghentikan memotong sayurnya.
“Mau kakak Bantu?”,tanya Shilla.
“Boleh, Kak. Kakak merebus ubi saja ya. Itu kebetulan airnya sudah mendidih Kak.” Oik melirik ke tungku berisi air di atas kayu bakar. Shilla menatap tungku dan Ubi itu secara bergantian.
‘Sepertinya lain kali aku harus memikirkan matang-matang untuk menawarkan bantuan. Aku kan tidak bisa memasak. Jangankan memasak, ke dapur pun aku belum pernah sama sekali.’ Pikir Shilla
“Kenapa kak?”,tanya Oik yang melihat kebingungan di muka Shilla.
“Ehh, nggak apa-apa Oik. Itu ubinya direbus?” tanya Shilla.
“Iya. Direbus. Kakak bisa kan?”
Shilla diam sejenak da menggeleng,“Maaf Oik. Kak Shilla belum bisa memasak.”
“Ya ampun! Kenapa nggak bilang dari tadi, Kak?! Maaf ya Kak. Oik nggak tau. Kalau begitu kakak duduk saja disini menemani Oik.”,kata Oik sambil memberikan kursi pada Shilla. Shilla jadi merasa nggak enak hati. Oik memasak, sedangkan dia hanya berdiam diri memandangi Oik. ‘Huhh, perempuan macam apa aku ini tidak bisa memasak. Oik saja yang masih umur 10 tahun sudah bisa memasak. Sedangkan aku yang sudah genap17 tahun masih saja minta di masakan.’ Pikir Shilla. Shilla kembali melamun.
“Kak Shilla! Kak Shilla kenapa daritadi kok melamun?”,tanya Oik sambil mengupas singkong.
Shilla tersentak. “Ehh, nggak kenapa-kenapa kok, Oik. Kamu belajar memasak darimana?” tanya Shilla.
“Dari Ibu. Waktu kecil Oik sering menemani Ibu memasak. Dan Ibu sering mengajari Oik. Kata Ibu, suatu hari kalau Ibu tidak ada, Oiklah yang harus menyiapkan masakan buat Kak Cakka dan Bapak.”
“Ohh.” Shilla benar-benar tak habis pikir. Bagaimana bisa seorang anak berumur 10 tahun itu bisa menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri dan seorang kakaknya. “Kak Shilla bangga sama kamu. Walaupun masih kecil kamu sudah pandai juga memasak. Kak Shilla juga ingin bisa memasak seperti kamu.”
“Kakak mau bisa memasak?”,Shilla mengangguk. “Nanti Oik ajarkan deh Kak!”
“Boleh?”,Oik mengangguk dan tersenyum lebar. “terima kasih ya Oik,” Shilla mengusap-usap kepala Oik.
“Kak, beberapa hari lagi kan Kak Cakka ulang tahun. Oik ingin membuat sebuah kejutan untuk Kak Cakka. Kak Shilla mau nggak Bantu Oik?”
“Kak Cakka ulang tahun?”
“Iya tanggal 18 besok.”
“Kak Shilla dengan senang hati mau membantu. Memang kamu mau kasih kejutan apa?”, tanya Shilla mulai ikut mengupas singkong di depannya.
“Bagaimana kalau kita masak masakan kesukaan Kak Cakka?”,tanya Oik.
“Boleh. Memang apa makanan kesukaan Cakka?”
“Sayur bayam dan dadar jagung. Kak Cakka sangat suka dengan sayur bayam. Apalagi sayur bayam buatan Ibu. Bisa menghabiskan satu bakul nasi.” Jawab Oik sambil terkekeh. Shilla tertawa kecil.
“Baiklah. Kita buatkan Cakka sayur bayam special buatan kita. Bagaimana? Setuju?”
“Setuju kak!”
Shilla dan Oik melanjutkan acara memasaknya.

Sore saat Shilla dan Cakka asik bersenda gurau ditaman kota. Tiba-tiba “LARII!!! Selamatkan diri kalian!!” teriak seorang laki-laki.
Cakka yang menyadari situasi ini, menarik tangan Shilla dan mencari tempat berlindung. Sementara Shilla yang masih dalam bingungnya melihat orang berlarian, tak sedikit anak kecil yang menangis ketakutan. ‘Apa yang terjadi?’ tanya Shilla dalam hati.
“Disini!” Cakka menunjuk sebuah Goa tanpa melepas genggamannya pada Shilla. Di dalam Goa tersebut sangat gelap. Tidak ada penerangan sedikit pun. Shilla tidak bisa melihat apa-apa. Dia hanya bisa merasakan genggaman tangan Cakka.
“Cakka ini ada apa?”,tanya Shilla bingung.
“Seperti biasa, Belanda meluncurkan serangan dadakan. Aku benci keadaan seperti ini. Aku benci Belanda.”
‘Deg’ Langkah Shilla terhenti mendengar ucapan Cakka barusan. Tapi dengan sigap, Cakka menarik tangan  Shilla lagi. ‘Belanda? Cakka membenci Belanda? Bagaimana kalau ia tahu aku adalah anak Jenderal Belanda?’
“Cakka…” Shilla ingin mengatakan sesuatu. Tapi, tiba-tiba Cakka menempelkan telunjuknya di bibir Shilla.
“Ssst… jangan berisik”, Suara Cakka nyaris tak terdengar. Mereka terus berjalan sampai ke bagian dalam Goa.
‘Deg’ jantung Shilla berhenti berdetak saat didapatinya tangannya tidak menggenggam tangan Cakka lagi. Dia hanya mematung tidak berani mengeluarkan kata sedikit pun. Sampai akhirnya ia melihat cahaya merah samar-samar yang kini semakin jelas di depannya. Dan terlihat Cakka sedang sibuk menggesek batu di samping cahaya itu.
Dengan cepat Shilla menuju api unggun itu dan memeluk Cakka. “Aku takut!”, katanya.
“Tenang. Kamu aman bersamaku disini.”,kata Cakka meyakinkan Shilla sambil mengelus pelan rambutnya. Shilla melepas pelukannya dan duduk memeluk lutut disamping Cakka. Cakka menengok kearah Shilla yang telah tertidur di bahunya. Menyadari Shilla sudah tertidur, Cakka memandangi gadis itu lekat-lekat, gadis yang baru dikenalnya beberapa hari ini. Kadang membuatnya tertawa, tersenyum, kadang menjengkelkan tapi tak jarang gadis itu memberikan perhatian padanya.
Kemana langkahku pergi
Slalu ada bayangmu
Ku yakin makna nurani
Kau takkan pernah terganti
Cakka melantunkan bait demi bait sebuah lagu favoritnya
Saat lautan kau sebrangi
Janganlah ragu bersauh
Ku percaya hati kecilku
Kau takkan berpaling
Dia memandangi wajah Shilla lekat-lekat.
Walau keujung dunia, pasti akan kunanti
Meski ke tujuh samudra, pasti ku kan menunggu
Karena ku yakin, Kau hanya untukku

Pandanglah bintang berpijar
Kau tak pernah tersembunyi
Dimana engkau berada
Disana cintaku

Walau ke ujung dunia
Pasti akan kunanti
Meski ketujuh samudra
Pasti ku kan menunggu
Karena ku yakin, kau hanya untukku
Karena ku yakin, kau hanya untukku
Hanya untukku

“aw..sakit…”,rintih Cakka saat Shilla mengobati lukanya.
“Tahan! Kurang sedikit lagi luka kamu bersih.”
“aduhh…”
“jangan gerak-gerak terus!”,Shilla memberi obat merah dilutut Cakka. Cakka menggigit bibir bawahnya. “Memang kamu latihan seperti apa sih sampai lukanya separah ini?”
Kan tiga hari lagi perang dimulai. Jadi harus latihan ekstra.”
Shilla menghentikan aktifitas tangannya. “Kamu ikut perang?” tanyanya sinis.
“Aku juga ingin berpartisipasi untuk membela bangsa kita.”
“Nggak boleh!” ujar Shilla sambil melanjutkan mengobati luka Cakka.
Cakka mengernyitkan dahi, “kenapa? Seharusnya kamu bangga sama aku!”
“pokoknya nggak boleh. Perang itu kan berbahaya. Ini luka kamu juga belum sembuh kan?!”,Shilla melarang keras.
“aku akan tetap ikut! Pemuda macam apa aku ini, kalau sampai aku tidak turut serta berjuang.”,Cakka tetap pada pendiriannya.
Tiba-tiba Oik keluar dari dapur membawa nampan berisi dua gelas minuman dan meletakkan dimeja makan. “kak ini minumnya.”,panggil Oik.
Shilla berjalan mendahului Cakka karna dia masih kesal pada Cakka.
“Luka Kak Cakka sudah diobati?” tanya Oik sambil menyodorkan minuman pada Cakka.
“Sudah. Tadi Shilla yang mengobati.” Cakka melirik kearah Shilla.
“Pokoknya kalo sampai ada luka lagi aku nggak mau mengobati.”, Shilla angkat bicara.
“Aku bisa mengobati lukaku sendiri!”                   
“Kak Cakka sama Kak Shilla jangan bertengkar dong.” Pinta Oik
“Kakak kamu susah dibilangin Oik.” Jawab Shilla.
“Kalau aku nggak ikut perang, aku akan merasa jadi pemuda yang tidak berguna.”
“yah sudah, percuma aku ngelarang kamu. Tapi ingat kamu harus tetap jaga diri!”
“Pasti! demi kamu. Kamu pasti juga akan sangat bangga suka sama cowok pejuang macam aku.”,kata Cakka sambil membusungkan dadanya. Shilla tersipu malu. Lalu Cakka mengacak pelan rambut Shilla. Oik menggeleng terkekeh melihat kelakuan kakak-kakaknya itu.
“Brakk!!!” pintu rumah Cakka dibuka paksa oleh sekelompok pasukan kompeni. Cakka, Shilla dan Oik yang sedang asyik bergurau membelalakan mata melihat pintu rumah itu tiba-tiba terbuka. Jenderal Kiki, Madam Zahra dan Alvin berdiri di ambang pintu. Cakka dan Oik terkejut melihat musuh Indonesia tengah berdiri di rumahnya. Sementara Shilla juga shock setengah mati, dia bingung mengapa keluarganya tahu tentang keberadaannya. J. Kiki dibantu dengan Alvin menarik paksa Shilla.
“Ayo pulang!”,J. Kiki terlihat garang dengan muka sangar. Shilla hanya menggeleng keras sambil meronta-ronta. Cakka dan Oik bingung dengan apa yang terjadi dihadapan mereka kini. “dan kau… jangan pernah mendekati putriku lagi!!”,J. Kiki menunjuk-nunjuk Cakka. Oik bergemetar dibelakang Cakka.
“jadi…kamu…”,Cakka memandang Shilla seolah meminta penjelasan. Shilla menunduk dan air matanya mulai berlinang.
“maaf Cakka, maaf Oik, aku terpaksa berbohong sama kalian. Tapi sungguh aku tidak ada niatan jahat pada kalian.”,kata Shilla terisak, dipelukan Madam Zahra.
“pengawal, bawa Shilla kemobil!!”,perintah J. Kiki. Pengawal mengiring mereka masuk kemobil untuk kembali kebenteng. Tiba-tiba Shilla lari berbalik sambil merogoh kantungnya dan mengambil boneka noni belanda mungil. Lalu, dia menarik tangan Cakka dan meletakkan boneka itu digenggaman Cakka.
“Cakka, simpan ini ya. Aku janji kita akan bertemu lagi.”,Shilla berpamitan pada Cakka. Sampai Alvin menarik paksa Shilla, Shilla masih berusaha mengenggam tangan Cakka, tapi apa daya tenaga Alvin lebih kuat daripadanya. Genggaman merekapun terlepas.
Cakka melihat Shilla yang diseret, dia mengenggam erat pemberian Shilla dan menunduk lemas. Oik mengusap pundak kakaknya, tak sedikit pula air mata tumpah membasahi pipinya.

Cakka duduk disebuah bukit dekat rumahnya sambil memandangi langit yang kini mulai memancarkan sinar jingga-nya. Tangannya masih tetap menggenggam boneka noni belanda yang diberi Shilla tadi. Entah mengapa perasaannya sekarang sangat berkecamuk. Disatu sisi ia sangat membenci Shilla. Tapi di satu sisi lain, ia tidak bisa membenci gadis itu.
Kembali Cakka mengingat masa-masa saat ia bersama Shilla menghabiskan waktu berdua. Masih terlukis jelas di memorinya senyum Shilla yang membuat hatinya tenang, kesabaran Shilla mengobati lukanya saat ia selesai berlatih perang bersama teman seperjuangannya. Saat itu pula Cakka mulai merasa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
Tapi kini, hatinya teramat sakit. Apalagi bila teringat kejadian tadi siang. Shilla, sosok yang beberapa hari ini menghiasi hari-harinya adalah seorang anak Jenderal koloni Belanda. Ya, Shilla adalah anak dari pimpinan pasukan yang memporak-porandakan Indonesia tercintanya.
“Arghh!!!!! Kamu pembohong!!! Aku kecewa padamu Shilla!!!”,teriak Cakka sambil membuang boneka noni belanda itu ke bawah bukit. Lalu ia beranjak pergi dari tempat itu. Oik yang sedari tadi mengamati kakaknya dan bersembunyi di sebuah pohon tak jauh dari tempat Cakka tadi mulai keluar dari persembunyiannya. Ia mencari-cari boneka pemberian Shilla yang di buang Cakka tadi. Untungnya, Cakka tidak membuang boneka itu terlalu jauh. Setelah menemukan boneka tersebut, Oik menggenggamnya erat-erat. “Aku tau Kak Shilla telah berbohong pada kita. Tapi aku yakin, Kak Shilla tidak berbohong kalau dia sayang pada Kak Cakka dan aku. Aku akan meyakinkan Kak Cakka.”,ucapnya pasti. Lalu ia pergi meninggalkan tempat itu dan kembali pulang.
Setelah sampai di rumah, Oik mendapati Kakaknya sedang termenung di bangku teras. Dengan perlahan ia mendekati Kakaknya. “Kak Cakka.”,panggilnya hati-hati.
Cakka tetap tak bergeming.
“Kak.”,panggil Oik lagi sambil menyentuh siku Cakka.
Cakka tersentak. Lalu menengok ke adiknya. “Ada apa Oik?” tanyanya seraya menyembunyikan wajah sedihnya.
Bagaimanapun Cakka berusaha menutupi kesedihannya, Oik tetap bisa merasakan bagaimana sedihnya hati Cakka terhadap pengakuan Shilla tadi siang. Oik menggeleng perlahan. “Kak, ini!” katanya sambil mengulurkan tangan dengan boneka noni belanda pemberian Shilla di atasnya.
Raut wajah Cakka berubah merah padam. “Kenapa kamu mengambilnya Oik? Kakak sudah tidak butuh itu lagi! Kakak tidak mau menyimpan barang dari musuh kita! Buang!”
“Oik yakin, Kak Cakka akan membutuhkan ini suatu saat.”
“Hehh?!! Kata siapa! Aku sudah tidak membutuhkannya!” Cakka membuang muka.
“Jangan membohongi diri sendiri Kak. Oik tau. Kak Cakka juga sedih ditinggal kak Shilla. Sama seperti Oik. Oik juga sedih kak.”
“Untuk apa aku sedih? Dia itu anak penjajah. Ia yang membuat bangsa kita menderita.”
“Bukan Kak Shilla kak. Tapi ayahnya yang serakah, ingin menguasai Negara kita. Oik yakin, kak Shilla tidak ada hubungannya sama sekali.”, jelas Oik. “memang benar kak Shilla telah berbohong tentang latar belakang keluarganya, tapi kak Shilla nggak pernah berbohong kalau dia…”,Oik menghentikan kata-katanya.
“kalau dia apa?”,tanya Cakka setengah membentak.
‘kalau dia sayang pada Kak Cakka’,Oik melanjutkan kata-katanya sdalam hatu. Oik meraih tangan Cakka dan meletakkan boneka pemberian Shilla digenggamannya. Lalu ia berlari kekamarnya. Sementara Cakka masih dalam bimbang.

”masuk kamar kamu!!”,perintah J. Kiki sesampainya mereka dibenteng.
Shilla berlari kekamarnya tanpa berhenti menangis dan bersandar dibalik pintu kamar.  “tok…tok…tok…”,sesorang mengetuk pintu kamarnya. “siapa?”, tanyanya masih dalam isak.
“aku.”,jawab seseorang yang mengetuk pintu kamar Shilla. Shilla membuka kamarnya dan mendapati Alvin sedang berdiri angkuh didepannya. Sebelum Shilla sempat menutup pintu, Alvin memaksa masuk kedalam kamarnya.
“mau apa kamu kesini?”,tanya Shilla ketus.
“jawab pertannyaanku!!”,Alvin mencengkeram kedua bahu Shilla. Shilla mencoba menghempas tangan Alvin. Dan kini cengkeraman Alvin semakin kuat dan melempar tatapan membunuh kearah Shilla.”kamu…benar mencintai orang Indonesia itu?”
“sekali lagi aku tekankan. Bukan urusan kamu!!”,Shilla berhasil menepis tangan Alvin.
Alvin membuang muka dan tersenyum sinis, “jelas menjadi urusanku. Karna kamu…”,ia menuding Shilla, “CALON TUNANGANKU”
“itu kan menurut kamu dan Papa. Dan tidak berlaku sama sekali buat aku!!”
“terserah. Ingat!! Mulai detik ini dan seterusnya aku pastikan kamu tidak akan bisa bertemu lagi dengan dia!!”
“silahkan saja kalau bisa”, Alvin berhasil menahan tangan Shilla yang akan menutup pintu. “LEPAS!!”
“beruntung dengan cepat aku melaporkan keberadaanmu bersama orang Indonesia itu kepada J. Kiki.”
“ohh, jadi selama ini kamu membuntutiku?!”, Alvin tersenyum licik dan berlalu meninggalkan Shilla. “AKU SEMAKIN MUAK MELIHATMU!!!!”, teriak Shilla.

“ctak…”, bunyi jendela kamar Shilla dilempar sesuatu. “Shill…Shilla…”, bisik seseorang.
“sepertinya aku mendengar namaku dipanggil”, ujar Shilla.
“Shilla…”, terdengar suara itu lagi.
“suara itu dari jendela.”, Shilla berjalan kearah jendela dan menyibakkan tirainya. Tampak Cakka sedang berpegangan pada pagar pembatas balkon kamarnya. Ia berusaha menjaga diri agar tidak jatuh.
“Cakka!!”, pekik Shilla kaget.
‘sst…jangan keras-keras!”, kata Cakka sambil berusaha naik kebalkon. Shilla mencoba membuka jendelannya. Tapi, ternyata jendela itu telah dikuci oleh papanya.
“aku nggak bisa keluar.”, seru Shilla dengan bahasa bibir. Cakka yang kini sudah berhasil berdiri didepan jendela kamar Shilla terlihat celingkukan. Ia mencari sesuatu untuk membuka jendela kamar Shilla. Dan tampak sebuah besi bersandar dipojokan balkon, cepat ia mengambil benda itu dan mencongkel jendela Shilla.
“clekk…”, jendela berhasil terbuka. Cakka segera masuk kekamar Shilla. Saat kedua kakinya baru berpijak dikeramik lantai kamar, Shilla sudah berhambut menyambutnya dengan pelukan.
“Cakka aku minta maaf. Sungguh aku tak ada niatan jahat pada kalian. Aku hanya ingin berteman saja dengan kalian!!”
“hanya ingin berteman?”, tanya Cakka menggoda.
Shilla manyun-manyun malu, “ahh…Cakka.”
Cakka meraih jemari Shilla dan memasukkan sebuah cincin mawar hitam dijari manisnya.
“ehh…”,  Shilla memandang cincin dari Cakka dengan tatapan bingung.
Cakka meraih kedua tangan Shilla dan menempelkan didadanya,“ini cincin turun temurun keluargaku, keluarga Nuraga. Dan detik ini cincin ini menjadi milikmu.”
“kenapa bukan diberikan pada Oik? Ini kan cincin keluarga?”
“karna cincin ini hanya diberikan pada pasangan keturunan lelaki keluarga Nuraga.”, Cakka tersenyum simpul dan sukses membuat detak jantung Shilla tak terkontrol.
“aku juga kemari untuk memberitahumu, besok aku akan berangkat kemedan perang. Aku hanya ingin kamu mengizinkan aku untuk turut membela negaraku Shilla.”
Shilla mengangguk ragu dia masih spechless dengan pemberian Cakka.
“aku pulang dulu”, kata Cakka akhirnya. “jaga cincin itu!!”
“aku ingin ikut!!”, kata Shilla. Cakka menggeleng keras dan pergi meninggalkan Shilla.
“aku akan selalu mendo’akanmu Cakka!!”, Shilla hampir berteriak. Untung dia sadar kalau dibawah banyak sekali penjaga benteng. Lalu ia menutup tirainnya kembali dan memandangi cincin yang kini melingkar dijari manisnya. “aku pasti akan menjaga ini!”, janjinya pasti sambil mencium cincin itu.

Saat Sivia hendak menuju balkon benteng, Samar-samar dia mendengar pembicaraan antara Papanya dan Alvin. Mereka tertawa puas. Sivia segera mengurunkan niatnya untuk kebalkon benteng, dia berbalik arah kemudian berlari menuju kamar Shilla.
“tok…tok…tok…”,seseorang mengetuk pintu kamar Shilla.
“masuk.”,perintah Shilla datar. “Sivia…”,celetuk Shilla saat mengetahui adiknya lah yang masuk kekamarnya.
“kak…kak Shilla yang sabar ya!”,Sivia menunduk. Shilla mengerutkan kening. “kak Cakka…dia…meninggal dimedan perang.”,kata Sivia sangat perlahan dan terbata, lalu dia memeluk dan mengusap punggung kakaknya. Sementara Shilla, dia tak bisa berkata apapun. Shilla merasakan perkataan Sivia barusan seperti anak  panah yang tepat mengenai ulu hatinya. Dia hanya mengucurkan deras dua aliran sungai yang bermuara dikelopak matanya. “aku dengar pembicaraan Papa dan kak Alvin barusan.”,tambahnya. Tangis Shilla semakin menjadi dipelukannya.
Dan Shilla menyadari suatu hal. Setiap lembar episode kehidupan akan selalu dan selalu ada datang dan pergi. Manusia boleh merencakan hal apapun tapi tetap tuhan yang menentukan segalanya. Begitupula dengan kematian. Meninggal dunia, kembali menghadap zat pencipta hidup dan kehidupan memang menyisakan pilu yang mengiris kalbu bagi yang ditinggalkan. Namun hanya keikhlasan yang bisa membuat tenang seseorang yang telah pergi meninggalkan kita. Shilla sudah dapat sedikit mengehentikan tangisnya, dia sadar dari keterpurukannya. Dia meminta tolong pada Sivia untuk membantunya pergi ke prosesi pemakaman Cakka. Ia ingin menguatkan Oik dan terutama melihat Cakka yang kini sudah tak bernyawa lagi untuk terakhir kalinya.
Shilla berhasil keluar dari benteng dengan bantuan Sivia. Setiap langkahnya menuju rumah Cakka selalu diringi isak tangis. Beberapa meter dari rumah Cakka, ia menghapus air matanya. Berusaha menguatkan diri yang kini sudah hancur berkeping-keping.
Shilla melihat Oik terisak-isak disamping jasad Cakka yang tertutup kain batik coklat. Dia menghampiri Oik tanpa mengucapkan satu patah katapun. Mereka saling berpelukan dan  menguatkan satu sama lain. Tak sedikit air mata mereka yang jatuh membasahi pipinya. Saat dia akan membuka kain penutup jasad Cakka, terdengar keributan di depan rumah Cakka. Shilla menengok kearah pintu dan para pengawal dibawah pimpinan Papanya telah berdiri di ambang pintu. Papanya masuk kedalam rumah duka itu dan menarik paksa Shilla. Sedang yang lain masih saja tercengang sama seperti awal pertama J. Kiki datang kerumah Cakka.
“Shilla pulang kamu!!”
“tidak. Aku ingin disini bersama Cakka dan Oik!!”, Shilla bersikeras menahan diri.
“pasukan bawa dia!!”, Oik mencoba menarik tangan Shilla. Pasukanpun tak mau kalah, mereka menarik tangan Shilla kuat-kuat dan membuat Oik hampir tersungkur kelantai sebelum Obiet menahan tubuh Oik. Pasukan membawa Shilla masuk kedalam mobil. Shilla meronta-ronta sambil menangis meraung-raung. Oik meihat kepergian Shilla. Ini kedua kalinya dia melihat Shilla diseret oleh pasukan J. Kiki.

Pagi itu Shilla melihat para penghuni benteng hilir mudik mengemasi barang-barang. Tapi dia tak melihat orang tuanya. Tiba-tiba Sivia menariknya kekamar.
“ada apa sih Via?”
“aku mendengar kabar kalau Indonesia telah merdeka dari radio RRI. Lalu, kita akan kembali lagi keBelanda hari ini juga. Papa sedang mengadakan rapat besama Let. Kol. Septian diruangannnya.”
Indonesia merdeka??”, Shilla berteriak girang. Sivia mengangguk. “tapi aku ingin tinggal disini!! Aku nggak mau keBelanda.”. lagi-lagi Sivia mengangguk.
“Aku juga ingin tetap disini !!”, Sivia berpendapat. “aku punya ide!!”, Sivia membisikkan sesuatu pada Shilla.
“SHILLA!!!SIVIA!!!”, panggil Madam Zahra pada kedua anaknya.
“mama?!”, pekik mereka.
“sayang, kemasi barang kalian!! Kita akan pulang ke Belanda sekarang.”, Madam Zahra kini telah duduk disamping mereka.
“memangnya kenapa?”, mereka pura-pura tak tahu.
“Negara jajahan Let. Kol. Septian ini telah merdeka. Para rakyatnya terus mendesak agar kita pergi dari Negara ini. Hasil perang kemarin, Indonesia berhasil mengalahkan pasukan dari Jepang, sayang!!”
‘perang dimenangkan Indonesia?! Cakka aku sangat bangga padamu!’, batin Shilla tersenyum.
“kok malah melamun? Ayo cepat kemasi barang kalian!”, madam Zahra membuyarkan lamunan Shilla.
“iya Ma..”, mereka berhambur dari tempatnya.
Setelah selesai berkemas, keluarga Shilla dan Alvin memasuki mobil yang sama. Saat mobil mereka akan berjalan, tiba-tiba Sivia yang berada dibagian dekat pintu menarik tangan Shilla yang berada disebelahnya, mereka berhasil keluar dari mobil dan berlari sekencang-kencangnya.
“SHILLA!!!SIVIA!!!”, Madam Zahra mencoba mengejar kedua anaknya, tapi ditahan oleh J. Kiki.
“biarkan mereka. Anak tak tahu diuntung!!!”, kata J. Kiki.
“tapi Pa, mereka anak kita!!”
“sudah ayo masuk. Aku tak ingin kita semua mati konyol disini!!”, J.Kiki membawa istrinya masuk kedalam mobil lagi. Dan akhirnya mobil itu melaju kencang.

Tanggal 17 Agustus tahun 1945. Semua warga Negara Indonesia berkumpul guna melakukan upacara kemerdekaan Indonesia. Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta mebacakan teks proklamasi yang telah disepakati oleh para menteri. Para rakyat Indonesia itu berbaris rapi melihat pengibaran sang saka merah putih diujung tiang. Bendera hasil jaitan ibu Fatmawati pun berkibar diterpa angin yang kencang.
Diantara barisan warga Negara Indonesia itu, tampak Shilla, Sivia dan Oik sedang khusyuk mengikuti upacara kemerdekaan bangsanya. Sesekali mereka terisak saat Ir. Soekarno membacakan teks Proklamasi. Mereka mengingat jasa Cakka yang rela menukar nyawa demi meperjuangkan Indonesia. Shilla dan Sivia telah menetap di Indonesia, mereka tinggal bersama Oik. Sekarang mereka sudah menjadi warga Negara Indonesia yang sah.
Selesai upacara berlangsung, mereka bertiga duduk dibawah pohon rindang. Sesorang pria seumuran Sivia datang menyapa mereka.
“hey”, kata pria itu sambil menyodorkan air mineral pada mereka.
“eh kak Iel, makasih.”, kata Oik yang kenal pada pria itu. “kak Shilla, Kak Sivia, perkenalkan ini Kak gabriel, sahabat kak Cakka.”, jelas Oik.
“Shilla.” , Shilla Menjabat tangan Iel yang telah terulur.
“Sivia.”, Jawab Sivia dengan tersipu.
“Gabriel. Senang berkenalan dengan kalian.”, Kata Iel sembari memasang senyumnya. “kamu toh yang namanya Shilla?”
“iya. Kok kamu tau?”, tanya Shilla heran.
Iel mengambil sesuatu dari saku celananya. “Ini ada titipan dari Cakka.”, Iel menyodorkan sesuatu.
“Ini?”, kata Shilla terkejut dengan apa yang diberikan Iel
Iel menerawang langit. Dia menceritakan bagaimana boneka itu bisa ada padanya. “jadi waktu perang lalu, aku nyaris kehilangan nyawa yang sudah setia belasan tahun ini menemani ragaku. Sampai akhirnya, Cakka menangkis peluru yang meluncur kearahku dengan tubuhnya. Aku jatuh tersungkur karna Cakka mendorongku dan peluru itu mengenai tubuhnya. Sebelum ia menghembuskan nafas terakhir, ia menitipkan ini padaku dan menyuruhku memberikan pada seseorang yang bernama Shilla.”, Iel menunduk. Shilla dan Oik menyimak cerita Iel dengan seksama. Sedangkan Sivia malah memandangi wajah iel yang sedang serius bercerita. Kembali raut wajah Shilla berubah menjadi sedih, dia menggenggam erat boneka itu.

Pagi sekali Shilla sudah berpakaian rapi. Ia mengenakan kerudung dikepalanya. Dia menuju makam Cakka. Pemakaman itu tak jauh dari tempat tinggalnya sekarang. Ia memasuki area pemakaman yang sepi, tenang. Ia berhenti didepan nisan yang bertuliskan Cakka Kawekas Nuraga. Shilla merunduk dan meletakkan sebuket bungga Anggrek putih didepan nisan itu.  Dan berdo’a sejenak untuk ketenangan cakka dialam sana.
“Cakka, tanggal 17 Agustus kemarin Indonesia telah merdeka. Mengetahui berita itu orang tuaku telah kembali kenegara asalku. Tapi aku dan Sivia tidak ikut pergi. Aku ingin disini, selalu bersamamu. Aku juga kan mencintai Indonesia seperti kamu yang juga mencintai Negara ini.”, Shilla menunduk dan air mengucur lagi dari matanya. “aku sangat yakin, kemerdekaan ini juga berkat jasamu. Kau rela menukar nyawamu, menukar kebahagiaanmu demi kemerdekaan Negara ini. Aku sangat bangga padamu Cakka.”, Shilla berdiri menancapkan sang saka merah putih disamping makam Cakka. “selamat ulang tahun ya Cakka. Sayang surprise untukmu yang telah Oik dan aku rencanakan belum kesampaian. Tapi kamu malah meninggalkan kita.”
“Shilla. Kalau aku tidak bisa memilikimu, orang lainpun juga tidak akan bisa. Lebih baik kamu mati ditanganku saja!”, tiba-tiba Alvin berteriak agak jauh dibelakang Shilla. Shilla menengok dan…
“dar…!!!!”, peluru dari pistol Alvin mendarat di dada kanan Shilla.
“aw…”, rintih shilla kesakitan. Sementara Alvin menyadari kebodohannya, dia pergi begitu saja dan menjatuhkan pistolnya.
Shilla merasakan jantungnya berdegup sangan pelan. Dia mencoba berdiri tegak didepan makam Cakka. Persetan dengan peluru yang kini bersarang ditubuhnya. Entah dibagian mana Alvin meluncurkan peluru itu. “kepada Cakka Kawekas Nuraga. Hormat…grakk!!!”, Shilla memberikan pengHORMATan TERAKHIR disisa-sisa nafasnya. Dia berdiri agak lama sampai akhirnya dia tak kuat menahan tubuhnya sendiri. “brakk…”, masih dalam hormatnya, ia tersungkur didepan makam Cakka. “aku Ashilla Zahrantiara mengakui bahwa aku telah mencintai Cakka Kawekas Nuraga. Kamu adalah pahlawan sejatiku Cakka.”, kata Shilla tersenyum. Dia tidak merasakan sakit yang teramat. Dia terus memandangi nisan Cakka.
Shilla melantunkan sebuah lagu dengan suara samar-samar.
Takkan pernah habis air mataku
Bila ku ingat tentang dirimu
Mungkin hanya kau yang tahu
Mengapa sampai saat ini ku masih sendiri
Adakah disana kau rindu padaku
Meski kita kini ada di dunia berbeda
Bila masih mungkin waktu berputar
Kan kutunggu dirimu
Shilla berusaha mengumpulkan sisa-sisa nyawa dan nafasnya untuk menyelesaikan bait lagu terakhirnya.
Biarlah ku simpan sampai nanti aku kan ada di sana
Tenanglah diriku dalam kedamaian
Ingatlah cintaku kau tak terlihat lagi
Namun cintamu abadi
Seusai Shilla menyelesaikan lagunya untuk Cakka, matanya tertutup untuk selamanya. Dia meninggalkan dunia ini dan menyusul Cakka dialam baru mereka.
Tak lama kemudian Sivia dan Oik datang kemakam Cakka. Mereka terkejut mendapati Shilla tersungkur diatas makam Cakka. Sivia memeriksa denyut nadi kakaknya. Namun terlambat, kini Shilla sudah tak bernyawa.
“Kak Shilla…”, teriak mereka histeris. Oik berlari mencari bantuan.
“kenapa Kak shilla ninggalin Via?!”, Sivia menangis meraung-raung. Dan mengguncang tubuh Shilla. “darah!!!”, pekiknya saat melihat darah Shilla menempel ditangannya. Dia melihat dada kanan Shilla berlumur darah.

Sivia menutup ceritanya dan beranjak dari kursi goyangnya.
“aku pengen jadi noni belanda kayak Shilla”,ceplos Ourel tiba-tiba.
“hahahaha. Tapi aku gak mau jadi prajurit kayak Cakka.”,Bastian terkekeh. Ourel hanya manyun.
“sudah…sudah…”,Sivia melerai kedua cucunya yang tengah beradu mulut itu. “oma tinggal dulu ya. Jangan berantem!”,pesannya lalu menepuk puncak kepala kedua cucunya itu.
Ourel dan Bastian mengangguk, mengiyakan pesan Oma mereka.
Sivia pun menuju pemakaman yang tak jauh dari kediamannya tersebut. Dia mengusap salah satu nisan yang bertuliskan “Ashilla Zahrantiara lahir 25 Februari 1928 wafat 18 Agustus 1945”. Nisan Alm. Shilla kakak tercintanya itu. Hari ini tepat tanggal 18 Agustus 2010 dimana sudah 65 tahun meninggalnya Alm. Shilla yang kini sudah beristirahat dengan tenang. Lalu Sivia menengok kemakam disampingnya lagi, tertulis “Cakka Kawekas Nuraga lahir 18 Agustus 1928 wafat 15 Agustus 1945”, yah  itulah makam Alm. Cakka. Pria yang sangat dicintai oleh kakaknya. Sungguh tragis kisah cinta Cakka dan Shilla. Karna kekejaman Alvin calon tunangan Shilla, Shilla meninggal tepat di hari ulang tahun Cakka yang ke 17 di samping makam Cakka setelah PENGHORMATAN TERAKHIR-nya.
Lalu Sivia meletakkan sebucket bungga anggrek putih diatas makam Shilla dan menguburkan cincin mawar hitam diantara makam Cakka dan Shilla. Tiba-tiba Iel datang mengusap lembut rambut istrinya itu. Sivia berdiri dan beranjak menuju sedan hitam metalik yang terparkir digerbang makam. Mobil itu kini kian menjauh dari gerbang pemakaman. Dari balik gerbang dua sosok pria dan wanita berbaju putih-putih tersenyum melihat kepergian Sivia dan Iel. Sosok pria itu membawa boneka noni belanda berambut pirang ikal, dan sosok wanita disampingnya menggunakan cincin mawar hitam.
Ya. Itulah sosok Cakka dan Shilla. Mereka berdua lalu bergandengan tangan dan menerobos siluet senja diatas sana.

By : Indhie & Gladis
J . TAMAT . J

1 komentar:

  1. boleh copas cerpen ini nggak ? mau aku share ke fb :) boleh ya admin.. aku atas namakan CSF dan pembuatnya :)

    BalasHapus